Jakarta,TAMBANG, Dalam perencanaan tersebut, PLTS akan mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan energi di masa mendatang melalui pemberian insentif khusus.
“Dalam grand strategi energi nasional, PLTS merupakan salah satu prioritas untuk kita lakukan secara cepat. Kami ada program PLTS terapung, dalam RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) sekarang sedang disusun dan kami akan memasukkan semua waduk yang ada di Jawa,” jelas Dadan.
Salah satu PLTS yang sedang dibangun adalah PLTS Terapung Cirata. “Angkanya cukup baik dari sisi harga sudah bisa masuk di bawah BPP (Biaya Pokok Penyediaan Listrik) pembangkitan Jawa,” ujar Dadan.
Menurut Dadan, pengembangan PLTS ini akan jauh lebih baik apabila dikombinasikan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Hampir semua PLTA digunakan sebagai peaker yang hanya digunakan saat beban puncak dan tidak dapat digunakan selama 24 jam karena ketersediaannya semakin terbatas.
“Umumnya dipakai sore hari, nah siangnya, logisnya, PLTA digantikan dengan PLTS, jadi PLTA dan PLTS ini saling mengisi,” terangnya.
Melalui pemanfaatan PLTS, Pemerintah berharap dapat meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi dengan berpijak kepada energi bersih. “Pada saatnya, kita bisa meningkatkan daya saing dari sisi kegiatan ekonomi,” tegas Dadan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa optimis dalam satu dekade perkembangan PLTS di dunia akan semakin pesat. Hingga saat ini, tercatat sudah ada sekitar 627 gigawatt (GW) PLTS terpasang di seluruh dunia. Khusus di tahun 2020 ada penambahan sekitar 107 GW PLTS di seluruh dunia dengan berbagai aplikasi pemasangannya, mulai dari PLTS ground-mounted (di atas tanah), PLTS terapung di waduk atau danau, dan PLTS atap.
“Menurut laporan International Energy Agency tahun lalu menyebutkan bahwa solar is new king. PLTS akan menjadi raja baru menggantikan PLTU batu bara. Dalam 4 – 5 tahun ke depan PLTS akan tumbuh setiap tahun rata-rata 130 – 170 GW,” pungkas Fabby.