Beranda ENERGI Migas Data Migas Yang Baik Menentukan Minat Investasi Sektor Migas

Data Migas Yang Baik Menentukan Minat Investasi Sektor Migas

WK Pesut Mahakam
Ilustrasi

Ketersediaan data WK Migas akan berpengaruh pada minat investasi di sektor migas. Termasuk untuk blok migas yang akan berakhir masa kontrak. Hal ini bakala dimasukan dalam revisi UU Migas yang sedang di bahas DPR.

 

Jakarta-TAMBANG. Semua orang pasti sepakat bahwa masa depan sektor hulu migas nasional bergantung dari upaya pencarian sumber minyak atau eksplorasi. Oleh karenanya Perusahaan yang selama ini dikenal sebagai kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas didorong untuk melakukan kegiatan eksplorasi.

 

Selain itu hal yang juga penting adalah proses pengalihan blok migas yang kedaluarsa. Ini sangat penting karena jika proses peralihan bisa berjalan baik maka tidak akan mengganggu produksi. Bahkan dari pengalaman yang ada bisa meningkatkan produksi. Selama ini proses pengalihan biasanya dilakukan dengan mekanisme pembelian saham atau pengalihan dengan harga yang dinegosiasikan.

 

“Peralihan kepemilikan biasanya dilakukan dengan farm in atau pembelian saham dan farm out atau pengalihan saham dengan harga negosiasi khusus untuk blok yang masih bisa dikembangkan maupun yang bakal habis masa berlakunya (expired),” kata Direktur Jenderal Migas, Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja dalam sambutan yang disampaikan Direktur Pembinaan Usaha Hulu Djoko Siswanto saat membuka Forum Investasi Migas (Ogifi) 2015 di Bandung, Jawa Barat, kemarin (12/11).

Sesuai Peraturan Pemerintah No 35 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi itu, proses pengalihan, penyerahan dan pemindahtanganan sebagian atau seluruh hak dan kewajiban KKKS kepada perusahaan non afiliasi harus mendapat persetujuan Menteri ESDM dan Kepala SKK Migas.

 

Menurut Djoko biasanya investor lebih menyukai metode farm in maupun membeli melalui participating interest dari suatu wilayah kerja yang sudah berproduksi. “Alasannya, resiko investasi lebih rendah dan prosesnya lebih cepat,” imbuhnya.
Dalam proses pengalihan tersebut hal yang dibutuhkan diantaranya data-data terkait  wilayah kerja (WK) migas secara lebih terbuka. “Keterbukaan data itu penting untuk menarik investasi baru maupun untuk kelanjutan WK yang expired. Keterbukaan dan penguasaan data itu harus berada dalam kewenangan negara. Itu diusulkan masuk dalam revisi UU Migas (UU 22/2001),” kata Djoko.
Nantinya, KKKS wajib menyerahkan data tersebut setelah periode tertentu sesuai kontrak bagi hasil (PSC). Meski masih dikelola oleh lembaga swasta, pendanaan untuk pemutakhiran dan data didapatkan dari iuran para KKKS. “Idealnya itu dikelola negara sehingga tender WK juga lebih komprehensif karena menyertakan data tersebut dan bisa menyaring para peminat WK tersebut,” paparnya.
Deputi Pengendalian Operasi SKK Migas, Muliawan mengatakan sejatinya keterbukaan data itu bakal mendorong gairah investor sektor hulu migas. “Cuma memang dibutuhkan aturan yang tegas sehingga kepemilikan data itu dibatasi masanya. Itu akan menggairahkan iklim investasi hulu migas nasional,” tuturnya.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha menyatakan ketentuan soal data WK migas bakal menjadi bagian revisi UU Migas. “Memang harus dikembalikan ke negara untuk selanjutnya negara menenderkan blok migas itu. Data itu harus menjadi milik negara untuk menjadi acuan sebelum lelang,” katanya.
Sejumlah pelaku usaha hulu migas mengakui industri migas Indonesia saat ini memang mengalami kelesuan akibat harga minyak yang merosot tajam. Kondisi ini makin sulit oleh kehadiran beberapa peraturan pendukung industri migas di Tanah Air kurang kondusif. “Perusahaan pun bersikap lebih selektif untuk turut serta dalam kegiatan lelang blok migas,” ujar Ketua Komite Eksplorasi Indonesia Petroleum Association (IPA), Soeryowibowo.
Indonesia  saat ini ada diperingkat 94  dari 131 negara tujuan investasi sektor migas. Meski demikian pelaku usaha migas masih meyakini akan masuknya investasi di sektor hulu migas senilai US$40 juta-US$50 juta per tahun.
Data Ditjen Migas menunjukkan hingga akhir Oktober 2015, dari 50 Wk migas yang ditawarkan (farm out), yang sampai terjadi kesepakatan hanya 5 blok saja (10%). Saat ini terdapat 70 WK produksi dan 237 WK eksplorasi. Dari jumlah tersebut KKKS yang terlibat di kegiatan eksplorasi mencapai 84 perusahaan dan 236 lainnya berada di tahapan produksi.

 

Berbagi Data
Ketua Panitia Ogifi 2015, Andry Hidayat menyatakan helatan yang memasuki tahun ke-5 ini menjadi ajang para pelaku industri migas dan investor untuk berbagi data dan informasi. “Ini akan meningkatkan interaksi dan ajang berbagi data dan keahlian. Sehingga diharapkan eksplorasi akan bergairah kembali yang pada gilirannya akan meningkatkan tingkat produksi dan lifting minyak nasional,” ungkap Andry.
Para peserta yang berasal dari pelaku usaha dan perusahaan pendukung operasional sektor hulu migas sepakat meminta pembenahan beragam regulasi kegiatan migas di Indonesia yang masih sangat kompleks.
Berbagai aturan telah muncul sejalan dengan perjalanan sejarah migas di Indonesia. Tanpa disadari aturan yang dikeluarkan oleh berbagai departemen ini tumpang tindih sehingga menyulitkan pelaksanaan usaha migas.
Selain itu, dengan kondisi lapangan minyak bumi Indonesia sebagian besar berumur tua, biaya operasi semakin tinggi tapi secara alami cadangan berkurang dan kemampuan produksi menurun. Dibutuhkan upaya untuk menambah cadangan baru, salah satunya melalui penemuan lapangan baru.
Saat ini Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pemenuhan energi dimana permintaan terus meningkat sedangkan kemampuan produksi lapangan minyak bumi Indonesia semakin rendah.
“Fokus pemerintah ke depan adalah meningkatkan cadangan baik melalui upaya mengubah sumberdaya menjadi cadangan terbukti dan melalui upaya eksplorasi secara masif,” tandasnya.