Jakarta-TAMBANG. Perusahaan tambang asal Amerika Serikat akhirnya mendapat kesempatan kedua untuk membangun smelter tembaga pasca Kementerian ESDM mengizinkan perpanjangan ekspor konsentrat. Sebelum kesepakatan itu, Freeport Indonesia seharusnya tidak boleh lagi mengekspor konsentrat lantaran progres smelter yang tak kunjung terlihat.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, R Sukhyar, mengatakan, dalam enam bulan ke depan, pemerintah akan memantau pembangunan smelter Freeport yang rencananya berlokasi di Gresik. Pemerintah akan memantau realisasi rencana pembangunan smelter, dimulai dari analisis mengenai dampak lingkungan, pengerjaan teknik, hingga alih teknologi.
“Seberapa jauh mereka menunjukkan kemajuannya,” kata Sukhyar, Minggu kemarin.
Sementara itu Chairman Board of Director Freeport McMoran Inc, James R. Moffett, mengatakan smelter yang dibangun Freeport akan menjadi pabrik pengolahan dan pemurnian terbesar di dunia. Dalam proyek ini, Freeport sudah menggandeng Mitsubishi.
Moffet mengatakan akan menanamkan investasi sebesar US$ 15 miliar (Rp 187,1 triliun) untuk tambang bawah tanah atau mining underground serta membangun smelter senilai US$ 2,3 miliar (Rp 28,7 triliun). “Ini untuk smelter terbesar di dunia,” katanya.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin berujar, smelter Freeport yang ada saat ini memiliki kapasitas 1 juta ton konsentrat per tahun. Setelah smelter di Gresik beroperasi pada 2017, kapasitas pengolahan Freeport naik menjadi 3 juta ton per tahun.
Menteri ESDM, Sudirman Said menuturkan, perpanjangan izin ekspor juga dilakukan karena pemerintah bersama Freeport ingin melakukan negosiasi lebih lanjut. Seperti keinginan pemerintah kepada Freeport Indonesia untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan Papua maupun perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
“Pemerintah ingin memberi ruang kepada Freeport untuk mereview (evaluasi) secara komprehensif aspek yang bisa dikontribusikan lebih kepada pembangunan Papua,” tuturnya.
Kontribusi, kata Sudirman, bukan hanya pendapatan (revenue), namun peran di dalam pembangunan atau keterlibatan putra daerah. “MoU diperpanjang enam bulan supaya kedua belah pihak (pemerintah dan Freeport) memiliki waktu,” ucap Sudirman.
Dengan adanya perpanjangan ekspor ini, untuk sementara Negara tetap dapat mengandalkan Freeport sebagai salah satu penyumbang pendapatan Negara. Untuk itu perpanjangan kedua juga seharusnya memberikan kondisi bahwa manfaat kehadiran Freeport dapat lebih dirasakan masyarakat Papua.