JAKARTA-TAMBANG– Setiap pengembangan proyek baru yang selalu dilihat dampak ganda yang ditimbulkan oleh kehadiran proyek tersebut. Demikian juga dengan pengembangan blok Abadi Masela di Maluku Tenggara, Provinsi Maluku. Salah satu yang menjadi bagian dari perdebatan antara Offshore atau onshore diantaranya terkait dengan manfaat yang diperoleh masyarakat di pulau terdekat oleh kehadiran proyek tersebut.
Harus diakui bahwa pengembangan Blok Masela diperlukan demi akselerasi pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan di Kepulauan Maluku dan wilayah Indonesia Timur sebagai representasi membangun dari pinggiran sesuai semangat Nawacita.
Di samping itu, melalui skema kilang apung (floating liquefied natural gas/FLNG), tidak hanya soal membangun dari pinggiran, skema pengembangan tersebut sangat sesuai dengan fokus pembangunan masyarakat Maluku dan wilayah Indonesia Timur berbasis maritim dan pariwisata bahari.
Ketua Satuan Tugas Pembangunan Maluku Tenggara Barat Connie R Bakrie mengungkapkan, efek ganda pengembangan Blok Masela tidak sesederhana membangun warung-warung, kos-kosan, atau kafe tetapi pada dampak yang lebih besar dan signifikan sesuai konsep membangun dari pinggiran dan poros maritim dalam Nawacita. Skema offshore Blok Masela dapat menjadi katalisator pengembangan kapasitas dan kapabilitas maritim serta membangun Kepulauan Maluku sebagai daerah perbatasan yang strategis berbasis maritim.
Di tingkat nasional, skema kilang apung memberikan kontribusi bagi sektor maritim dari sisi peningkatan galangan fabrikasi dan galangan kapal Indonesia. Potensi daya angkut bisa naik menjadi 8,000 ton dari kapasitas saat ini sebesar 1,100 ton, potensi panjang pelabuhan menjadi 500 meter dengan 17 meter draft, potensi kapasitas fabrikasi sebesar 86 kT dari saat ini 50 kT, serta peningkatan kapabilitas sumber daya galangan, penguatan dermaga, dan multiplier effect dari kegiatan supply chain lainnya.
Selain itu, pengembangan blok tersebut berdampak pada penyediaan konektivitas dari sisi infrastruktur transportasi dan akses ke daerah-daerah lain di kepulauan Maluku, akses bagi pendidikan dan kesehatan, ketersediaan energi, perumahan yang layak, dan juga infrastruktur pendukung bagi aktivitas perikanan dan maritim.
“Kami sudah menghitung efek ganda apa yang akan ditimbulkan dari keberadaan FLNG. Bayangkan saja kalau dengan kilang darat, yang kilangnya saja memerlukan 800 hektar tanah, habislah pulau itu. Itu kenapa kami tegaskan harus offshore, dan membagi kekuatan industri pendukung di pulau-pulau berdekatan sehingga akan tumbuh ketergantungan antara pulau yang satu dengan lainnya dan beban ipoleksosbud dan ekologi tidak semata-mata terpusat pada satu tempat semata,” tegas dia.
Ketua Komite Tetap Hubungan Kelembagaan dan Regulasi Migas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Firlie Ganinduto mengatakan, pengembangan Blok Masela dengan skema offshore menjadikan Indonesia sebagai center of excellence di sektor kemaritiman sesuai semangat Nawacita. Indonesia bakal memiliki FLNG pertama di dunia yang berdampak pada majunya industri penunjang seperti perkapalan, galangan, dan pelabuhan.
“Yang sangat menyedihkan adalah kita barusan melihat Petronas membangun FLNG mendahului Indonesia. Polemik yang ada sekarang ini akan mematikan proyek secara keseluruhan. Proyek ini dalam keadaan kritis sekarang,” katanya.
Pakar Maritim dari Institute Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Prof Ketut Buda Artana menambahkan, pemerintah harusnya konsisten dengan pembangunan sektor maritim. Banyak manfaat dari skema pengembangan tersebut, antara lain fasilitas FLNG tersebut dapat digunakan untuk proyek migas laut dalam lain setelah masa produksi Blok Masela selesai. Dia juga sepakat, pengembangan FLNG membawa dampak besar terhadap pembangunan kewilayahan Maluku dan Indonesia Timur berbasis maritim dan wisata bahari. “Skema FLNG adalah momen untuk pengembangan sektor maritim. Galangan kapal nasional seperti PT PAL atau di Batam dapat dimanfaatkan,” tambah dia.