Jakarta-TAMBANG. Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan saat ini Indonesia mempunyai 70.000 ton cadangan uranium yang bisa menjadi sumber energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Sayangnya, potensi tersebut tidak boleh dieksploitasi atau digunakan.
Dikatakan Djarot, pelarangan terjadi sejak diberlakukannya UU No.10 Tahun 1997, potensi uranium sebesar itu tidak bisa di ekploitasi untuk kepentingan komersil, meskipun dalam UU tersebut diatur bahwa penyelidikan uranium, ekplorasi dan ekploitas bahan galian hanya dilakukan oleh Batan.
“Kalaupun ada eksploitasi, uraniumnya diambil dan disimpan. Hanya mineral tanah jarangnya saja diambil,” jelas Djarot, di Jakarta, kemarin (16/12).
Karena tidak boleh digunakan, lanjut Djarot, Batan harus mengimpor uranium dari negara lain. Akan tetapi, dia berharap betul di pemerintahan baru nanti, selain UU ini bisa diubah, juga pihak terkait lebih pro dengan nuklir.
Meski harus beli secara impor, namun pihaknya mengaku tidak keberatan lantaran harga uranium tidak mahal. “Harga emas sekarang berapa? Harga uranium hanya 1/100 dari harga emas,” katanya. Tetapi, Djarot menegaskan uranium sangat berharga. Dari hanya 21 kg uranium, sudah dapat membangkitkan listrik dengan kapasitas 1.000 MW.
“Apalagi uranium ini bisa dibilang agak terbarukan, karena setelah digunakan sisa pembakarannya masih bisa digunakan lagi,” paparnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Ekplorasi Batan, Ngadenin Hadisuwito menuturkan selain terbentur UU, masalah lain yang menjadi kesulitan Batan adalah mengenai keterbatasan anggaran riset.
Ngadenin mencontohkan, setiap pengeboran di lokasi-lokasi potensial uranium, untuk satu meter lubang pengeboran dibutuhkan Rp2 juta. Di Kalimantan saja mencapai 400 hingga 600 meter kedalamannya. Sementara anggaran yang diterima untuk penelitian hanya Rp5 miliar.
Belum lagi peralatan dengan teknologi yang mumpuni, ditambah SDM yang harus memiliki kompetensi baik, tidak asal-asalan, karena menyangkut keselamatan.
Terdata, kandungan uranium yang tersebar di 10 wilayah di Kalimantan ini terdiri dari 1608 ton kategori terukur, 6456 ton kategori terindikasi, 2.648 ton teraka dan 14,727 ton hipotetik. Selain Kalimantan Barat, cadangan Uranium juga berpotensi di wilayah lain seperti Papua, Bangka Belitung dan Sulawesi Barat.