Bukit Algoritma besutan Budiman Sudjatmiko menggandeng Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) untuk membangun operasional penambangan yang ramah lingkungan. Dengan basis teknologi yang sudah berkembang saat ini, keduanya berencana akan menciptakan riset rekayasa mineral.
Budiman mengatakan, pihaknya melakukan konsolidasi dengan para penambang skala kecil ini, untuk mendorong budaya kerja yang aman dengan peduli lingkungan, sekaligus menciptakan nilai tambah yang dapat secara langsung dirasakan oleh masyarakat lokal di daerah-daerah.
“Rapat kerja ini untuk mengonsolidasikan para penambang supaya bisa berkerja secara aman dengan tetap melestarikan lingkungan hidup. Dalam hal ini Bukit Algoritma menawarkan diri sebagai tempat riset teknologi rekayasa mineral agar tak dijual mentah saja,” bebernya Budiman dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/2).
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) APRI, Gatot Sugiharto menegaskan, kebutuhan penting dalam pengembangan tambang rakyat di Indonesia adalah implementasi teknologi untuk meningkatkan recovery atau kemampuan penangkapan mineral dalam proses pengolahan, mengurangi biaya, dan penggunaan teknologi ramah lingkungan.
Lebih lanjut, APRI akan bekerja sama dengan Koperasi
Mineral dan Pengolahan Nusantara (Komandan), yang merupakan salah satu komunitas di Bukit Algoritma.
Saat ini, APRI tengah mengembangkan kelompok responsible mining community (RMC). Target hingga akhir tahun ini, sedikitnya akan ada 3 ribu RMC. Pada setiap RMC membutuhkan lahan tambang sekitar 5 sampai 10 hektare.
“Semua RMC akan berbadan hukum koperasi. Setiap RMC akan membuka lebih 500 lapangan kerja dan membayar pajak atau retribusi minimal Rp 1 miliar per tahun,” ungkap Gatot.
“Dengan 30 ribu hektare akan menyediakan lebih 1,5 juta lapangan kerja dan Rp 1,5 triliuan penerimaan negara. Bisa dibandingkan dengan luasan yang dikuasai perusahaan tambang besar,” sambungnya.