Jakarta-TAMBANG. Peluang bisnis aluminium di dalam negeri disinyalir terbuka lebar dalam lima tahun ke depan seiring dengan meningkatnya permintaan aluminium di pasar dunia. Kenyataan tersebut membuat perusahaan pemurnian alumina menjadi aluminium, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) memutuskan untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka.
Direktur Utama Inalum, Winardi Sunoto mengatakan perusahaannya saat ini memproduksi alumina hingga 260 ribu ton. Dari total jumlah tersebut mayoritas produksinya diperuntukkan di dalam negeri. Menurut Winardi, dalam tahun-tahun mendatang, prosentase pasokan alumina untuk dalam negeri kemungkinan akan bertambah karena faktor masifnya pembangunan infrastruktur dan kebutuhan bahan baku teknologi di dalam negeri.
“Bidang kontruksi mengkonsumsi aluminium paling besar yang diikuti oleh bidang rekayasa dan kelistrikan,” kata Winardi saat berbicara dalam acara Indonesia Mining Conference di Hotel Sangri-la, Rabu (16/12).
Saat ini konsumsi aluminium Indonesia masih terbilang rendah yakni 2,7 Kg per kapita dibandingkan negara lain seperti Tiongkok dan Rusia yang mencapai 28,7 Kg per kapita. Berdasarkan data tersebut munculah asumsi bahwa peluang bisnis aluminium masih terbuka lebar. Apalagi Inalum baru bisa memberikan kontribusi sebesar 255 kiloton dari total 859 kiloton per tahun kebutuhan di dalam negeri.
Untuk mempersiapkan rencana penambahan produksi, Winardi mendorong industri di dalam negeri untuk segera mungkin membangun pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina. Menurutnya, Inalum akan bersaing dengan perusahaan asal Cina yang diperkirakan akan meningkatkan permintaan pasokan alumina pada 2021.
“Konsumsi paling besar dari Cina hingga 2039. Kapasitas investasi yang diperlukan akan mengalami peningkatan, 29,6% di tahun depan karena kebutuhan alumina 180 juta ton per tahun,” ujarnya.
Untuk menarik investor, Winardi menyarankan dilakukannya integrasi dari sektor hulu ke hilir sehingga biaya dan energi bisa ditekan. Dukungan pemerintah juga sangat diperlukan seperti memberikan fasilitas dan insentif khusus. Meskipun ia menilai aturan insentif dan dorongan pemerintah sudah ada namun dampaknya belum terlalu dirasakan pelaku bisnis di dalam negeri.
“Selain itu soal perizinan, masih banyak yang tumpang tindih. Karena kebijakan di daerah dah pusat kadang berbeda. Hal ini mesti jadi perhatian dan diperbaiki bersama,” ujarnya.