Jakarta, TAMBANG – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah membidik pengembangan teknologi daur ulang karbon dioksida atau Co2 menjadi bahan bakar. Upaya bakal ditempuh dengan menerapkan carbon capture, utilization, dan storage (CCUS) di sektor minyak dan gas bumi.
Penerapan CCUS menjadi bahasan penting di tingkat global lantaran selain mampu mengurangi emisi CO2, teknologi tersebut juga mampu meningkatkan pemulihan minyak di ladang yang sudah habis.
“Kami mendukung penuh penerapan CCUS di sektor migas melalui Enhanced Oil Recovery (EOR) atau Enhanced Gas Recovery (EGR). Teknologi ini diperlukan untuk mengembangkan ladang migas yang mengandung CO2 tinggi, meningkatkan produksi dan mengurangi emisi. CCUS bisa menjadi solusi untuk menyediakan energi yang lebih ramah lingkungan,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji, pekan lalu pada sebuah ajang pertemuan virtual.
Menurutnya, langkah ini relevan dengan target pemerintah dalam mencapai produksi minyak menjadi 1 juta barel dan gas 12 BSCFD pada tahun 2030. Beberapa strategi yang diambil di antaranya dengan mengoptimalkan produksi lapangan yang ada, mencari cadangan baru melalui eksplorasi dan peningkatan migas nasional produksi melalui EOR atau EGR.
Saat ini, pemerintah sedang merumuskan peraturan terkait penetapan harga karbon. Naskah aturan ini tengah dalam tahap finalisasi di Sekretariat Negara. Tak hanya itu, Pemerintah juga melanjutkan proses penyusunan regulasi terkait CCS atau CCUS yang sebelumnya telah dirintis oleh Center of Excellence CCS atau CCUS dan didukung oleh Asian Development Bank (ADB).
“Kami berharap regulasi tersebut dapat mendukung pemangku kepentingan dalam mengembangkan teknologi CCUS di Indonesia. Tidak hanya dari sisi aspek teknis, tetapi juga dari keamanan dan ekonomi,” tambah Tutuka.
Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan CCUS sedang dilakukan di Indonesia, yaitu proyek CCUS Gundih yang pada awalnya merupakan proyek CCS dan telah dilakukan sejak 2012.
Menurut Tutuka, perkembangan CCUS Gundih sangat penting bagi Indonesia untuk menambah pengalaman dalam pelaksanaan CO2-EOR atau EGR. Studi untuk proyek ini masih berlangsung di bawah dukungan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia, dan diharapkan memberikan hasil yang bagus.
Proyek dan studi CCUS lainnya adalah Tangguh EGR di Papua Barat, Sukowati di Jawa Timur, Limau Niru di Sumatera Selatan dan sebagainya. Bahkan, studi CCUS yang terhubung ke industri hilir akan segera dimulai, seperti bagaimana memisahkan CO2 dari pabrik amoniak di Sulawesi Tengah.
Ditegaskan Tutuka, Direktorat Jenderal Migas fokus pada CCUS untuk meningkatkan produksi migas melalui CO2-EOR atau EGR. Namun demikian, juga mendukung pengembangan daur ulang karbon karena bisa memberikan nilai ekonomi dari pemanfaatan CO2.
Di Indonesia, Kementerian ESDM yang diwakili oleh Balitbang ESDM, saat ini sedang mempersiapkan kerja sama dengan Jepang terkait daur ulang karbon. Pertamina juga memiliki beberapa program penelitian terkait daur ulang karbon.
“Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pengembangan CCUS membutuhkan kolaborasi semua pihak, termasuk ADB dan CoE CCS atau CCUS. Kami akan selalu mendukung semua pemangku kepentingan yang mempromosikan teknologi CCUS untuk diterapkan di Indonesia,” tutup Tutuka.