Beranda CSR Bayah, Batu Bara dan Jalur Kereta

Bayah, Batu Bara dan Jalur Kereta

Jalur Kereta Api Saketi - Bayah (Foto: humaspdg.wordpress.com)

BAYAH adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Indonesia. Bayah terletak di Selatan Pulau Jawa. Pesisir pantainya yang indah merupakan tempat wisata yang menarik. Ada beberapa pantai di Bayah, yaitu pantai Bayah, pantai Pulomanuk, pantai Swarna, pantai Karang Taraje, pantai Tanjung Layar, pantai Ciantir dan lain-lain.

 

Di balik keindahan pantainya, Bayah menjadi saksi bisu kegiatan penambangan batu bara di era kejayaan Belanda hingga Jepang di Indonesia. Endapan batu bara ditemukan pada formasi Bayah dan terbagi menjadi dua bagian.

 

Pertama, batu bara bernilai kalori 6500-7000 kkal/kg yang tersebar di daearah Bayah, Gunung Madur, Cisawarna, Cihideung, Cimandiri, Cisiih, dan Cikadu. Kedua, batu bara bernilai kalori sekitar 4600-5000 kkal/kg yang tersebar di daerah-daerah Bojongmanik, Bambakarang, Cipanas, dan sekitarnya.

 

Kandungan cadangan batu bara yang cukup besar, mengundang perhatian Belanda yang saat itu menguasai Banten. Kegiatan penambangan batu bara pun dilakukan, dengan melibatkan warga setempat sebagai buruh. Secara umum, Bayah memiliki cadangan pertambangan berkapasitas 10.975.000 ton. Penambangan batu bara sendiri dilakukan dengan metode penambangan batu bara bawah tanah.

 

Kegiatan penambangan batu bara tersebut sempat terhenti setelah kekuasaan Belanda di Indonesia berakhir, digantikan oleh Jepang. Melihat adanya potensi yang cukup besar, pemerintah Jepang kembali mengaktifkan kegiatan penambangan di Bayah.

 

Meletusnya Perang Dunia Ke-II semakin membuat pemerintah Jepang yang berada di Indonesia, khususnya Banten, meningkatkan kegiatan pertambangan baru bara. Hasil tambang itu, dipakai untuk bahan bakar guna keperluan ketahanan keamanan tentara Jepang.

 

Selama pendudukan Jepang, dibangun kelengkapan infrastruktur agar pengiriman batu bara sebagai bahan bakar, dapat berjalan dengan mudah dan tepat waktu. Pada 1942-1945, misalnya, Jepang memutuskan untuk membangun jalur kereta api Saketi – Bayah berjarak sekitar 90 km. Pembangunan jalan kereta ini, konon mengorbankan sekitar 93.000 romusha, termasuk diantaranya tawanan perang Jepang yang berasal dari Australia, Inggris, Amerika dan Belanda.

 

Kereta api digunakanuntuk mengangkut batu bara dari tambang Cikotok. Ini untuk menghindari angkutan laut yang sudah mulai terancam oleh serangan torpedo kapal selam sekutu. Ketika itu, bahan bakar kereta api dan kapal dipasok dari batu bara Cikotok.

 

Sebenarnya, rencana pembangunan jalur kereta api ini, sudah dicetuskan dan direncanakan secara matang oleh pemerintah Belanda dan Inggris. Setelah kemenangan Jepang, rancangan pembangunan jalur kereta api itu direalisasikan oleh pemerintah Matahari Terbit, dengan sedikit modifikasi rancangan dokumen pembangunan jalur kereta api.

 

Bantalan kayu dan rel untuk pembangunan jalur kereta api ini, diambil dari seluruh Jawa. Bayah pun dibuat sibuk dengan aktivitas pembuatan jalan kereta api dan penambangan batu bara. Kegiatan pembangunan kereta api dan penambangan batu bara di Bayah, akhirnya terhenti akibat membaranya Perang Dunia Ke-II, yang disusul serangan tentara sekutu ke negara Jepang.

 

Pasukan tentara Jepang yang bertugas di seluruh Indonesia,  termasuk di Banten, dikurangi jumlahnya. Sebagian besar kembali ke Jepang untuk melakukan perang terbuka dengan pasukan sekutu. Kegiatan pembangunan jalur kereta api Bayah pun terhenti.

 

Sisa-sisa aktivitas penambangan di Bayah itu terlihat hingga kini. Kokohnya beton-beton dan jalur kereta api, dapat dilihat sepanjang jalur pantai selatan Jawa Barat dari Desa Cilangkahan menuju Kecamatan Bayah hingga Cikotok. Beberapa beton-beton penahan jembatan terlihat kokoh dan berdiri di setiap persimpangan sungai.

 

Kini, sebagian beton-beton penyanggah jembatan jalur kereta api tersebut, dimanfaatkan warga setempat dan berubah fungsi menjadi penyanggah jembatan baru, guna menghubungan Desa Sukamanah dengan Desa Rahong.

 

Jarang ada yang mengetahui sejarah jejak kereta api Saketi-Bayah tersebut. Jalur yang dibangun untuk mengambil kekayaan alam di daerah Cikotok itu, menjadi bukti yang terlupakan tanpa makna. Selepas kepergian Jepang, pertambangan batu bara di Bayah dilakukan oleh penambang rakyat. (Sumber: Majalah TAMBANG, edisi 97/Juli 2013)