JAKARTA, TAMBANG. BERPULUH tahun Australia menjadi pemasok utama bauksit bagi Republik Rakyat Cina. Namun kini bauksit dari Australia menghadapi saingan berat dari Malaysia dan Guinea. Kesimpulan itu didapat dari penelitian yang dilakukan Kementerian Perindustrian, Inovasi, dan Sains Australia, bekerja sama dengan Westpac Institutional Bank, dari Sidney, dan diumumkan akhir pekan lalu.
Menurut laporan kwartalan The China Resources, Cina mengimpor 13,6 juta metrik ton bauksit pada kuartal pertama 2016, naik 36% ketimbang periode yang sama tahun lalu, tetapi 20% lebih rendah dibanding kuartal empat 2015.
Impor dari Australia merupakan 29% dari total impor bauksit oleh Cina, atau sekitar 4 juta metrik ton. Ini kontribusi yang cukup besar. Tetapi dibanding Q1, angka ini turun. Pada Q1, impor dari Australia merupakan 49% dari total impor.
Menurut laporan itu, volume pasokan bauksit yang dijual ke Cina juga cenderung turun, dari 4,5 juta metrik ton pada Q4 tahun 2015, sementara pada Q1 mencapai 4,9 juta metrik ton. Secara keseluruhan, impor Cina naik. Tetapi yang menikmati keuntungan adalah Brazil, yang ekspornya naik 256%, dan Malaysia, yang naik 79%.
Meski Malaysia telah menjadi sumber utama pasokan bauksit untuk Cina dalam beberapa tahun terakhir, porsi ekspor Malaysia menurun, akibat pelarangan tambang bauksit oleh Pemerintah Malaysia. Pelarangan itu berlaku mulai 15 Januari 2016.
Menurut laporan itu, negara Guinea, yang terletak di Afrika Barat, telah tumbuh menjadi pemain penting pemasok bauksit untuk Cina. Pada Q1 2015, ekspornya mencapai 1,7 juta metrik ton, naik 519% dibanding kuartal sebelumnya.
Indonesia disebut sebagai pemilik ‘’kartu liar’’, karena meski sudah melarang ekspor mineral mentah tetapi Pemerintah Indonesia punya rencana untuk melakukan relaksasi.
‘’Bila Pemerintah Indonesia melonggarkan larangan ekspor, berarti akan makin banyak pasokan bauksit yang diperoleh Cina,’’ demikian bunyi laporan itu.