Jakarta, TAMBANG – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyebut sumbangsih batu bara dan nikel terhadap pendapatan negara bukan pajak (PNBP) cukup signifikan. Hal ini lantaran harga kedua komoditas tersebut mengalami kenaikan seiring dengan kebutuhan yang tinggi.
“Di Minerba sendiri, total PNBP-nya 183 triliun, yang memberikan kontribusi besar itu batu bara 85 triliun, diikuti nikel 11 triliun,” kata Arifin dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (2/1).
Meski demikian, dia bakal melakukan upaya-upaya strategis jika suatu waktu kebutuhan komoditas tersebut melemah sehingga menyebabkan penurunan harga dan berimbas pada pendapatan negara.
“Kita harus lakukan antisipasi apabila demand melemah tentu saja akan mempengaruhi harga komoditas yang kita miliki sekarang,” imbuhnya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Arifin berharap semua stakeholder bisa bekerja sama dalam mempercepat penyelesaian sejumlah smelter yang tengah dibangun oleh sejumlah perusahaan untuk hilirisasi.
“Karena itu percepatan dari pada penyelesaian smelter ini harus menjadi perhatian kita,” jelasnya.
Di sisi lain, alih-alih melampaui target, PNBP ESDM yang mencapai Rp 531 triliun justru mendapat sorotan tajam dari anggota Komisi VII DPR, Ramson Siagian. Menurut Ramson, angka tersebut masih terbilang rendah, mengingat harga batu bara sempat menyentuh USD 400 per ton pada Maret 2022.
“Poin yang menarik pertama PNBP di sektor ESDM sebesar RP 531 triliun, tapi menurut saya ini rendah karena ada windfall profit di sektor batu bara. Bayangkan pengusaha batu bara bisa tiba-tiba jadi nomor satu terkaya di Indonesia, mengalahkan industri rokok yang sudah bergenerasi-bergenerasi. Itu karena windfall profit batu bara yang sempat menyentuh 400 dolar per metrik ton,” ungkap Ramson.
Dia menilai bahwa selama ini ada yang keliru dalam mekanisme PNBP. Apalagi, lanjut dia, pemerintah mampu mengekspor emas hitam tersebut hingga 582 juta ton tiap tahun.
“Berarti ada metode untuk pemungutan penerimaan negara bukan pajaknya yang kurang pas, kurang tepat, kurang progresif. Jadi ini menurut saya terlalu rendah, apalagi ekspor juga sangat besar sekitar 582 juta ton per tahun,” bebernya.
Untuk diketahui, selama 2022 sektor mineral dan batu bara menjadi penyumbang terbesar pada PNBP tahun ini yakni Rp 183,4 triliun, sementara pada tahun 2021 hanya Rp 75,4 triliun. Sedangkan minyak dan gas bumi (migas) menyumbangkan cuan sebesar Rp 148,7 triliun, sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) sebesar Rp 2,3 triliun dan lainnya Rp 17 triliun.
“Faktor yang memberikan realisasi positif adalah di sektor minerba, banyaknya investasi di smelter. Tetapi di sektor migas katakanlah stagnasi. Karena beberapa kegiatan sektor migas belum berjalan. Kita harapkan di tahun 2023 bisa di recover,” kata Arifin dalam konferensi pers, senin (30/1).