Jakarta-TAMBANG. Pada tahun 2050 Indonesia idealnya harus memiliki minimal 40 pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Satu reaktor PLTN setidaknya harus dapat menghasilkan sekurang-kurangnya 1000 megawatt jika ingin memenuhi kebutuhan listrik nasional. Jumlah ini diperlukan untuk memenuhi pasokan kebutuhan listrik nasional.
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Djarot Wisnubroto mengatakan, pembangunan satu PLTN membutuhkan setidaknya delapan hingga sepuluh tahun. Biaya yang dibutuhkan untuk membangun satu PLTN sangat tergantung kepada besaran daya yang dihasilkan.
Ia mencontohkan, pembangunan PLTN dengan kapasitas 150 MW membutuhkan dana setidaknya Rp 10 triliun. Sementara itu untuk membangun PLTN yang mampu menghasilkan daya sebesar 1.000 megawatt dibutuhkan dana Rp 30 triliun hingga Rp 40 triliun. Pada tahun 2025, Indonesia membutuhkan energi listrik sebesar 115 GW jauh dari capaian masa kini yang baru mencapai 36 GW.
“Untuk memenuhi kekurangan pasokan energi listrik maka perlu dibangun PLTN sebagai alternatif dari penggunaan energi baru dan dapat diperbaharui,” ujarnya.
Berdasarkan Perpres nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, pemerintah membutuhkan empat PLTN di Indonesia pada 2025 mendatang. Kalaupun keempat PLTN sudah dibangun sebelum 2025, mereka baru dapat memasok 2% kebutuhan listrik nasional.
Djarot menegaskan pemerintah tidak pernah menomorsatukan suatu jenis sumber energi tertentu. Berdasarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 5 tahun 2006, nuklir masih menjadi pilihan sumber energi yang dapat digunakan.
“Walau jadi pilihan terakhir bukan berarti nuklir baru dipakai saat sumber energi lain sudah habis. Jalan yang sudah dibangun kearah sana sudah jauh dimulai sebelum nuklir digunakan,” tandasnya.
Sosialisasi nuklir yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) nomor 14 tahun 2011 mengenai percepatan pembangunan nasional menunjukkan pemerintah mengakui nuklir sebagai salah satu bentuk kekuatan yang dapat dimanfaatkan dalam pembangunan nasional.
Djarot mengatakan, semuanya kini tergantung kepada kesiapan semua lini pemerintahan dan sejauh mana masyarakat memahami dan menerima nuklir. BATAN hanya berpikir soal pengembangan teknologi nuklir dan keselamatannya.
Program nuklir, baik energi maupun non energi, adalah kebijakan pemerintah. Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah berkomitmen mengurang emisi karbon menjadi 26% pada 2020. Karena itu, penggunaan PLTN menjadi tidak terhindarkan. Investasi awal pembangunan PLTN, kata Djarot, memang terbilang mahal. Namun saat bicara mengenai operasional maka akan menjadi lebih murah. Kelemahan lainnya adalah kebijakan ini sangat tergantung lintas parpol atau politisi.
Klaim Dapat Dukungan
Terkait pro kontra keberadaan PLTN, BATAN mengklaim telah melakukan survei kepada masyarakat mengenai persepsi penerimaan terhadap teknologi nuklir sebagai sumber pembangkit listrik. Dalam survei tersebut, sebanyak 72% responden menerima adanya PLTN. Djarot mengatakan, survei dilakukan dengan jajak pendapat pada periode waktu 2012 hingga 2014. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi kenaikan angka yang cukup signifikan dari penerimaan masyarakat terhadap teknologi nuklir.
Menurutnya, pada 2012 kemarin, hanya separuh atau 52,9% dari responden yang menerima PLTN. setahun kemudian atau pada 2013, angka tersebut naik menjadi 60,4 persen. Sedangkan pada tahun ini atau 2014, responden yang menerima PLTN menjadi 72%. “Yang paling mengejutkan adalah hasi jajak pendapat pada 2014, secara nasional masyarakat yang menerima PLTN mencapai angka 2014,” katanya.
Djarot mengungkapkan, jumlah respoden yang dijadikan sampling dalam survei nasional tersebut tercatat mencapai 3.000 responden. Para responden tersebut adalah mereka yang tinggal di Jawa, Madura dan Bali (Jamali). Selain itu ada juga responden yang berasal atau tinggal di Bangka dan Belitung. Dalam survei ini, metode yang digunakan oleh BATAN adalah random sampilng denganmargin error yang digunakan adalah 18%.
“Dengan hasil jejak pendapat tersebut kami dapat mengetahui masyarakat sebenarnya sudah tidak mempermasalahkan lagi tentang pembangunan PLTN di Indonesia,” tuturnya.
saya kira terkait PLTN, pemerintah hanya perlu mensosialisasikan pentingnya PLTN kepada masyarakat indonesia dan sangat tidak bisa dipungkiri bahwa PLTN sudah harus dibangun untuk menciptakan dan mengikuti perkembangan pembangunan yang kian cepat di negara kita,,ketakutan yang dibuat adalah kata nuklir,,,,perlu kembali lagi melihat sejarah bahwa einstein menciptakan ini adalah untuk kemakmuran seluruh dunia dan kita perlu memahami itu,,paradigma yang ditanamkan negara negara barat kepada kita terkait nuklir sangatlah tidak baik yaitu agar supaya masyarakat tidak menerima sehingga kita selalu menjadi negara terbelakang,,,padahal di negara negara mereka nuklir menjadi andalan utama,,,moga Batan dan pemerintah dapat segera merealisasikan PLTN dengan konsep aman di Indonesia.
Trima Kasih
Hormat Saya
Hery Bee ST.
Pak Hery,
Saya melihat pemerintah belum satu suara dalam hal listrik nuklir. Kementerian Riset mendukung dibuatnya PLTN. Sementara Kementerian ESDM dan Menko Ekuin berpendapat belum perlu.
Saya pikir ini salah satu yang membuat rencana pembangunan PLTN menjadi terkatung-katung.