Jakarta, TAMBANG – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menyinggung mandeknya proyek hilirisasi batu bara oleh pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Hal ini dia sampaikan dalam Minerba Expo di Jakarta, Senin (25/11).
“Saya melihat sampai sekarang (proyek hilirisasi batu bara) belum ada. Hati-hati karena perjanjiannya dengan kalian waktu itu saya yang tandatangani IUP waktu di Kementerian Investasi,” beber Bahlil.
Salah satu proyek hilirisasi batu bara RI adalah gasifikasi menjadi Dimethyl Ether (DME) yang di antaranya dilakukan PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Namun, hilirisasi tersebut mandek karena sejumlah alasan seperti mundurnya konsorsium Air Products dari proyek DME ini.
“Dulu waktu saya jadi Menteri Investasi, sudah saya dorong ini DME di PTBA. Tapi, waktu itu katanya masih auauau,” ungkap Bahlil.
Bahlil mengingatkan pemegang PKP2B agar komitmen melakukan program hilirisasi batu bara karena sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan perpanjangan izin dari pemerintah menjadi IUPK.
“Hati hati yang pemegang PKP2B. Syarat utama PKP2B kita lakukan perpanjangan, salah satu syaratnya adalah harus membangun hilirisasi,” jelas Bahlil.
Hilirisasi batu bara menjadi DME menurut Bahlil penting untuk menopang kebutuhan konsumsi LPG RI yang terus meningkat. Menurut dia, konsumsi LPG domestik per tahun mencapai 8 juta ton sementara produksinya hanya mencapai 1,8 juta ton per tahun.
“Konsumsi LPG kita 8 juta ton per tahun. Industri di dalam negeri LPG kita itu hanya 1,6 – 1,8 juta ton, sisanya impor. Kita mau bikin gas, gasnya harus C-3 C-4 dan di Indonesia itu sedikit. Maka kita dorong DME,” beber dia.
PTBA sendiri, saat ini sedang melakukan hilirisasi batu bara menjadi Artificial Graphite dan Anode Sheet untuk bahan baku baterai Lithium-ion (Li-ion). Program ini bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di mana pilot project-nya sudah diluncurkan pada 15 Juli 2024.
Proyek hilirisasi batu bara merupakan program yang wajib dilakukan oleh perusahaan batu bara eks PKP2B sebagai persyaratan perpanjangan kontrak menjadi IUPK.
Ada 11 perusahaan yang mendapat mandat ini yaitu PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, PT Arutmin Indonesia (Arutmin), PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Multi Harapan Utama (MHU), PT Megah Energi, PT Thriveni, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Berau Coal dan PT Kaltim Nusantara Coal.