Bandung, TAMBANG – Mineral kritis memiliki peran penting dalam mendukung transisi energi menuju energi bersih dan implementasi kendaraan listrik. Setiap negara punya kriteria yang berbeda-beda dalam menentukan jenis mineral kritisnya, termasuk juga kriteria mineral strategis.
Kepala Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi Badan Geologi, Hariyanto mengatakan, secara umum mineral kritis dibatasi jika bahan baku atau unsur tersebut tidak ada bahan pengganti yang sesuai dengan teknologi produksi saat ini. Lalu, sebagian besar negara konsumen bergantung pada impor. Terakhir, apabila pasokan didominasi oleh satu atau sedikit produsen.
“Kriteria kritis secara global dan nasional berbeda, tergantung ketersediaan di dalam negeri dan ketahanan industri nasional. Mineral sangat diperlukan untuk penyeddiaan energi ramah lingkungan atau transisi energi, dan industri teknologi tinggi,” bebernya dalam acara “The 1st Indonesia Minerals Mining Industry Conference-Expo 2022″, dikutip pada Rabu (30/11).
Harga mineral kritis mahal karena sulit untuk ditemukan, sulit diekstraksi dalam jumlah ekonomis, dan sulit disubstitusi oleh logam atau material lain. Sejauh ini, setidaknya mineral kritis yang dimilki Indonesia jumlahnya mencapai 50 komoditas, dan 5 komoditas di antaranya memiliki nilai strategis, yaitu timah, tembaga, emas, bauksit-alumunium, dan nikel.
Menurut Hariyanto, untuk cadangan logam timah, Indonesia memiliki 42 persen dibanding total cadangan dunia, atau menempati urutan terbesar.
“Total cadangan logam timah dunia sekitar 5,1 juta ton, sedangkan cadangan nasional sebesar 2,17 juta ton,” ujarnya.
Sedangkan cadangan tembaga, Indonesia mengantongi 3 persen atau urutan ke-7 di dunia. Total cadangan tembaga dunia sebesar 871 juta ton, sementara cadangan tembaga Indonesia sebesar 24 juta ton.
Untuk emas, kata Hariyanto, Indonesia memiliki 4 persen atau urutan ke-5 di dunia. Cadangan emas dunia sebesar 50.300 ton, dan cadangan emas nasional sebesar 2.200 ton.
“Cadangan bauksit Indonesia 10 persen atau urutan ke-4 dari cadangan dunia. Total cadangan bauksit dunia sebesar 30,3 miliar ton, dan cadangan bauksit Indonesia sebesar 3 miliar ton,” sambung Hatiyanto.
Lebih lanjut, cadangan logam nikel Indonesia bertengger di angka 40 persen alias menempati urutan teratas di dunia. Total cadangan logam nikel dunia sebesar 139,4 juta ton, sementara Indonesia memiliki sekitar 55 juta ton.
“Berdasarkan tipenya, cadangan logam nikel dari bijih limonit sebesar 6 juta ton, lalu sprolite sebesar 12 juta ton, dan tipe lainnya sebesar 38 juta ton,” jelas Hariyanto.