Beranda Komoditi Australia Kembali Revisi Perkirakan Harga Bijih Besi

Australia Kembali Revisi Perkirakan Harga Bijih Besi

Jakarta-TAMBANG. Kantor Kepala Ekonom di Departemen Perindustrian, Inovasi dan Sains Australia menilai pemulihan harga bijih besi akan lebih lambat dari yang diperkirakan sebelumnya. Padahal dalam semester Pertama terjadi pergerakan harga yang leih menjanjikan.

Lembaga ini kembali merevisi target harga rata-rata di tahun 2016 diangka US$44,2 per ton. Padahal sebelumnya tepatnya di Maret 2016 silam lembaga ini memperkirakan harga rata-rata bijih besi di tahun ini sebesar US$45 per ton. Bahkan pergerakan harga bijih besi di tahun 2017 masih belum bergerak ke arah yang lebih baik. Lembaga ini memperkirakan tahun depan US $ 44,8 / t. Padahal di Maret sempat diperkirakan bakal menyentuh angka US$ 56 per ton.

“Revisi ini didasarkan pada asumsi bahwa operasi merugi dapat terus menghasilkan lebih lama dari perkiraan sebelumnya. Hal ini juga faktor meningkatnya pasokan dari India dan penghematan biaya tambahan dilaporkan oleh produsen bijih besi, “demikian kata Kepala Ekonom Mark Cully seperti dikutib dari Mining Weekly.com.

Sebagaimana diketahui Harga spot untuk satu ton bijih besi diperdagangkan serendah dalam periode Februari sampai April dengan harga tertinggi sampai US$ 40 per ton dan harga tertinggi sebesar US$ 66 per ton. Sementara rata-rata dalam enam bulan per tama tahun ini sebesar US$ 48 per ton.

Pelemahan harga ini bakal memberi tekanan pada pendapatan Australia dari ekspor bijih. Meski dari sisi volume akan terjadi peningkatan. Untuk diketahui bahwa pada 2015/2016 nilai ekspor bijih besi Australia diperkirakan telah menurun 10% menjadi US$ 49 miliar. Ini karena harga yang lebih rendah.

Sebagai pengekspor bijih besi terbesar kedua dunia, di periode 2016/2017 Australia diperkirakan akan meningkatkan volume ekspor menjadi kurang lebih 852 juta ton. Sementara di periode 2014/2015 sebesar 748juta ton. Dengan peningkatan ekspor ini diperkirakan Negeri Kanguru bakal meningkatkan pangsa pasarnya dari 54% di tahun 2015 menjadi 58% di tahun 2017.

Peningkatan ekspor ini karena produksi bijih besar Australia akan meningkat dari produksi yang berasal dari tambang Roy Hill yang dimiliki Hancock Prospecting. Dan juga ekspansi kapasitas dari beberapa produsen terbesar di negara tersebut seperti Rio Tinto dan BHP Billiton