Jakarta, TAMBANG – Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Yunus Saefulhak, melantik kepengurusan baru Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) periode 2019-2022, sekaligus peresmian kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Duduk sebagai Ketua Umum APNI, Ismerda Lebang, didampingi didampingi oleh Wiratno sebagai Wakil Ketua I dan Risono Wakil Ketua II. Sementara Sekretaris Umum dijabat Meidy Katrin Lengkey.
Yunus Saefulhak mengingatkan peran asosiasi sebagai mitra Pemerintah. “Kalau sebagai mitra maka jika ada sesuatu yang kurang, dibicarakan dulu sebagai sahabat dengan Pemerintah. Tidak serta merta langsung ke media. Kalau dibicarakan sebagai mitra dengan Pemerintah maka jalan keluarnya pun akan sebagai mitra,” terang Yunus.
Yunus juga meminta Asosiasi ini menjadi mitra Pemerintah dalam mengawal regulasi. Salah satunya terkait dengan harga.
“Kita tahu bahwa smelter disebut-sebut sangat berkuasa. Mereka bisa sangat menentukan dalam hal harga, kadar dan verifikasi saat nikel masuk ke smelter. Meski sudah diverifikasi namun tetap masih harus diverifikasi oleh internal perusahaan smelter. Hasilnya langsung diputuskan adalah hasil dari verifikator internal. Padahal harusnya ada wasit,” tandas Yunus.
Dalam situasi seperti inilah, asosiasi bisa berperan menjadi jembatan. Yunus juga mengingatkan pentingnya harga nikel ditetapkan secara ekonomis. Karena jika harga dibawah harga keekonomian maka akan berdampak negatif pada kegiatan pertambangan.
“Dampaknya segala macam good mining practice akan hilang mulai dari aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta aspek lingkungan akan dikorbankan. Biaya untuk kedua aspek itu diminimalkan. Asosiasi punya tugas untuk memastikan good mining practice dijalankan oleh penambang yang menjadi anggota asosiasi ini,” tandas Yunus.
Sementara ketua umum terpilih menegaskan komitmennya untuk menjadikan asosiasi ini sebagai mitra Pemerintah. “Asosiasi ini bisa sebagai negosiator, fasilitator, jembatan bagi Pemerintah dan penambang nikel. Pemerintah dengan penambang lainnya dan masyarakat dengan penambang. Karena Pemerintah yang punya konsesi bukan pengusaha. Tanggung jawab pengelolaan diberikan pada pengusaha dan itu yang harus dicermati oleh asosiasi ini,” tegas Insmerda.
Di tahap awal ini, Ia bersama pengurus akan melakukan indentifikasi masalah-masalah yang ada selama ini. “Program jangka pendek ini adalah menginventarisasi seluruh permasalahan pertambangan nikel yang ada. Ini yang kemudian dirumuskan mana yang mengganggu seluruh sektor pertambangan,” tandas Insmerda.
Kemudian juga menginventarisasi peran dan tanggung jawab perusahaan pada masyarakat dan lingkungan dan daerah sekitar. “Karena ada dua yang harus dikerjakan pengusaha yakni kesanggupan artinya sanggup memenuhi tanggungjawab yang diberikan regulator pada pengusaha. Dan lebih lagi adalah manfaat kehadiran kegiatan pertambangan bagi masyarakat di sekitar. Jangan sampai menjadi klise saja. Di situ peranan asosiasi ini,” pungkas Insmerda.