Jakarta,TAMBANG, Dokumen Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) menjadi syarat yang harus dipenuhi perusahaan tambang sebelum melakukan kegiatan operasi produksi. Di dalamnya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi diantaranya verifikasi dari Competen Person Indonesia (CPI). Sayangnya beberapa RKAB dari beberapa perusahaan tambang timah yang sudah diterbitkan belum memenuhi ketentuan tersebut.
Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI), Jabin Sufianto. Ia mengatakan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) beberapa perusahaan tambang belum sesuai dengan aturan yang berlaku. Termasuk terkait verifikasi dari Competent Person Indonesia (CPI) yang seharusnya menjadi salah satu syarat untuk diterbitkannya RKAB.
“Harus sesuai dengan aturan. Banyak yang menurut AETI, RKAB yang sudah terbit kurang sesuai dengan aturan yang ada,” kata Jabin.
Ia menjelaskan, verifikasi dari CPI tidak lengkap, padahal untuk disetujui RKAB harus memiliki verifikasi dari CPI Pelaporan Hasil Eksplorasi (PHE) dan CPI Pelaporan Estimasi Sumber Daya dan Estimasi Cadangan (PHC). Namun, disayangkan ada beberapa RKAB yang diterbitkan hanya ada verifikasi dari CPI PHC.
“Ada CPI tapi tidak lengkap, harusnya ada CPI PHE dan CPI PHC, dan saat ini banyak yang belum ada CPI PHC,” ungkap Jabin.
Terkait hal ini pihaknya sudah melakukan audiensi dengan Kementerian ESDM. Berdasarkan hasil audiensi tersebut Kemeneterian ESDM akan meriview hal ini, pihaknya masih menunggu hasil sampai saat ini.
Dengan tidak adanya verifikasi dari CPI akan membuka peluang untuk terjadi kebocoran dari areal pertambangan termasuk asal usul biji timah yang nantinya akan dieskpor.
“Di RKAB cadangan itu tidak ‘verified’ oleh CPI. Jadi cadangannya menurut saya tidak sesuai dengan kenyataan. Ini yang menyebabkan bisa terjadi kebocoran dari areal pertambangan,” katanya.
Ia menegaskan kondisi kekurangan CPI tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak memenuhi persyaratan tersebut. “Memang kekurangan, tapi kan kalau persyaratan itu bisa dipenuhi perusahaan, seharusnya hal ini juga bisa dilakukan oleh perusahaan lainnya untuk memenuhi syarat,”lanjutnya.
Hadirnya CPI memang sangat penting untuk memimalisir tambang illegal, namun saat ini belum berjalan optimal pasalnya sedang ada transisi kewenangan dari pemerintah daerah ke pusat. Hal ini juga membuat beberapa perusahaan tambang menunggu.
“Peraturan terkait CPI ini harus sesuai implementasi di lapangan, jangan ada standar yang berbeda,” sebutnya.
Sementara itu, Mantan Ketua Komite Competent Person Perhapi periode 2016-2019 Andre Alis, mengatakan bahwa laporan yang ditandatangani oleh CPI, bersifat kredibel dan akurat. Hal ini sesuai dengan Kode KCMI yang dijadikan acuan oleh para CPI, serta kewajiban CPI untuk patuh terhadap kode etik organisasi dan aturan hukum yang berlaku.
“CPI ini kan ada CPI Cadangan, CPI Sumber Daya dan CPI Hasil Eksplorasi. Seorang CPI berhak menandatangani jenis laporan sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Misalnya, CPI Hasil Eksplorasi tidak bisa menandatangani laporan cadangan, karena kompetensinya berbeda,” ujarnya.
Laporan CPI ini menurutnya sangat penting peranannya, terkait akurasi cadangan dan risiko investasi bagi suatu perusahaan. Dengan adanya aturan mengenai RKAB harus ditandatangani oleh CPI, ini menunjukkan peran CPI memang sangat diandalkan.
“Sepengetahuan saya, Pemerintah mensyaratkan RKAB ditandatangani CPI dengan mengingat bahwa di dalam RKAB ada laporan sumber daya dan cadangan. Hal ini juga terkait dengan untuk boleh ekspor harus ada asal usul yang jelas dan legal dari komoditas yang diekspor. Dengan kata lain, asal usul komoditas yang diekspor dapat dibuktikan dengan adanya sumberdaya dan cadangan yang dikelola oleh perusahaan yang bersangkutan” katanya.
Diakui bahwa untuk CPI komoditas timah memang tidak sebanyak CPI batubara misalnya. Mengacu kepada informasi di website Komite Bersama KCMI, saat ini untuk komoditas Timah tercatat delapan orang CPI Sumberdaya dan 6 orang untuk cadangan timah, untuk keseluruhan CPI yang tercatat di IAGI dan Perhapi.
“CPI ini terikat kode etik, kalau dia misalnya melakukan manipulasi data maka akan kena sanksi pelanggaran kode etik oleh IAGI atau Perhapi. Berikutnya adalah potensi utnuk masuk ranah pidana terkait manipulasi atau pemalsuan data. Jadi para CPI perlu jujur dan sangat berhati-hati dalam melakukan tugasnya” tutupnya