Jakarta – TAMBANG. PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) punya tanggungan untuk membayar utang obligasi sebesar US$450 juta di bulan Juli 2015. Asia Resource Minerals Plc (ARMS) sebagai induk usaha pun berencana turun tangan dengan menggelar Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD / right issue).
“Kami optimis karena didukung ARMS. Nathaniel Rothschild sudah menghubungi manajemen untuk penawaran right issue senilai US$100 juta,” ujar Direktur Utama Berau Coal Energy, Amir Sambodo, pada paparan publik yang digelar Senin (23/12) di Jakarta.
Asia Resource Minerals yang terdaftar di Bursa Efek London (LSE) memang menguasai 84,7% saham BRAU. Penjualan saham dengan mekanisme right issue itu pun akan digelar di London, Inggris.
Nathaniel Rothschild yang memegang 17,6% saham ARMS sendiri berkomitmen untuk menyerap saham yang dilepas, bila ternyata right issue itu sepi peminat. Selain Rothschild, dua pemegang saham utama ARMS lainnya adalah Borneo Investment (23,8%) dan Samin Tan (23,4%).
Amir Sambodo mengungkapkan bahwa saat ini ARMS telah menunjuk konsultan untuk mempersiapkan aksi korporasi tersebut. Prosesnya tentu dijadualkan rampung sebelum obligasi yang diterbitkan Berau Capital Resources itu jatuh tempo pada tanggal 8 Juli 2015.
“Apakah penerbitan saham baru, atau pemecahan saham, ataukah private placement, semua peluang masih dihitung. Tetapi yang jelas, sudah ada komitmen dana sebesar US$100 juta,” kata Amir.
Sebelumnya, BRAU sendiri bermaksud melunasi utangnya dengan merilis obligasi baru senilai US$450 juta. Tapi manajemen menunda rencana ini, karena kondisi pasar dianggap kurang kondusif.
Pengalihan dana penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering / IPO) yang sudah disepakati dalam RUPSLB Selasa (22/12) pun sebagian akan dipakai untuk pelunasan utang tersebut. Dari Rp522 miliar dana IPO yang dialihkan, yang dialokasikan untuk pembayaran utang adalah sebesar Rp129 miliar atau sekitar US$11 juta.
Bahkan dengan rencana ARMS menggelar right issue US$100 juta, jumlah dana yang harus dikumpulkan BRAU untuk membayar utang masih lebih dari US$300 juta. Opsi penerbitan obligasi baru menurut Amir tetap terbuka, namun perusahaan mengaku belum memiliki rencana menjual aset.
“Diusahakan refinancing, bisa dengan utang baru,” pungkas Amir.