Beranda Tambang Today APRI: Pertambangan Rakyat Lebih Menguntungkan dari Freeport

APRI: Pertambangan Rakyat Lebih Menguntungkan dari Freeport

Jakarta, TAMBANG –  Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) mengakui Pemerintah tidak pernah memberikan perhatian kepada penambang rakyat.

 

Padahal menurut Ketua Umum APRI Gatot Sugiharto, jumlah penambang rakyat terus meningkat setiap tahunnya. Di tahun 2018 ada sekitar 3,6 juta penambang rakyat dan 1,2 juta diantaranya penambang emas.

 

Penambang rakyat bahkan diakui Gatot dapat memberikan pendapatan yang lebih besar dari pada Freepot dan perusahaan tambang besar di Indonesia. Gatot memaparkan data secara gamblang bahwa penambang rakyat lebih menguntungkan daripada Freeport.

 

Gatot mengungkapkan, untuk perbandingan produksi emas, produksi Freeport 45 ton pertahun, Newmont  20 ton pertahun dan Antam 4-5 ton pertahun. Sedangkan tambang rakyat 120 ton pertahun. Angka ini didapat dari 1,2  juta penambang dikalikan dengan pendapatan emas perorang sebesar 0,5 gram perhari dan waktu bekerja dalam 200 hari.

 

“Bukan mengecilkan Freeport atau Newmont tapi tambang rakyat ini besar sekali manfaatnya, untuk masyarakat juga besar sekali,” ujar Gatot dalam diskusi Lebih Menguntungkan Tambang Rakyat atau Freeport di Jakarta, Senin (5/8).

 

Kemudian dari potensi penerimaan negara Freeport hanya menyumbang Rp8 triliun pertahun, Antam Rp200 milyar pertahun, kemudian dari Rp14 juta kebun sawit penerimaaan negara Rp20 triliun.  Sedangkan pertambangan rakyat dari 18 ribu hektar potensi penenerimaan negara Rp25 triliun per tahun.

 

“Jadi sebenarnya kita bisa gunakan rasional kita logika kita kenapa Pemerintah gak mengembangkan  penambangan rakyat,” lanjut Gatot.

 

Padahal menurut Gatot, Pemerintah dapat mengeluarkan uang Rp56 triliun hanya untuk mendapatkan 51 persen saham Freeport. Gatot berpendapat sebenarnya untuk mengurusi tambang rakyat ini diperlukan usaha yang  jauh lebih kecil dari pada harus mengurusi Freeport.

 

“Pemerintah mendapatkan potensi penerimaan negara itu bisa lebih besar daripada Freeport yaitu Rp25 triliun per tahun. Bahkan penambang rakyat emas itu kalau pemerintah mau memperhatikan itu sanggup menyumbang 1 ton emas kepada pemerintah,” ujar Gatot.

 

Menurutnya, ada dua alasan kenapa penambangan rakyat terus dibiarkan. Pertama, adanya oknum yang  mementingkan kepentingan pribadi. Kedua, mempertahankan pungutan liar (Pungli). Menurut studi riset tahun 2013 mengenai jumlah pungli di penambang rakyat yang dilakukan Gatot, menunjukkan dalam setahun pungli yang dikumpulkan bisa mencapai Rp4 triliun.

 

“Jadi itu salah satu dipertahankan, kalau mereka sudah legalkan gak bisa pungli lagi,” ujar Gatot.

 

Mengenai strategi yang dilakukan untuk memperjuangkan penambang rakyat, Gatot mengungkapkan, saat ini APRI sedang konsolidasi memperkuat akar rumput. APRI akan membuat  pertambangan rakyat semua berbasis CRM (Collective Responsible Mining) yaitu pertambangan rakyat berkelompok yang bertanggung jawab, baik dari sisi legalitas, bekerja dengan aman, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

 

“Itu strategi kita sehingga lama-lama pemerintah mau atau gak mau akan melihat fakta di lapangan bahwa tambang rakyat itu ada dan sangat besar,” kata Gatot.

 

Masalah yang terjadi pada penambangan rakyat selama ini belum mengemuka dan belum menjadi pembahasan serius pemerintah. Direktur eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bhaktiar mengungkapkan pasal-pasal yang membahas dan mengatur tentang penambangan rakyat tidak banyak, oleh karena itu ia melontarkan pendapat untuk  pembuatan undang-undang mengenai penambangan rakyat.

 

“Kalau nanti digulirkan akan sangat menarik. Kalau pun toh tidak menjadi undang-undang sendiri paling gak ada dua bab yang betul betul isinya perlindungan dan tata kelola pertambangan rakyat,” ujar Bisman.