Jakarta, TAMBANG – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyebut wacana kenaikan tarif royalti komoditas mineral dan batu bara dapat menekan margin produksi pelaku industri secara signifikan.
“Kenaikan tarif royalti akan menekan margin produksi penambang dengan cukup signifikan,” ujar Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey dalam diskusi bertajuk Wacana kenaikan tarif royalti pertambangan di Jakarta, Senin (17/3).
Sebagai contoh, pada Harga Mineral Acuan (HMA) periode kedua maret 2025, Harga Patokan Mineral bijih nikel berkadar 1,7 % Ni dan moisture 35% adalah 30,9 USD/Wmt. Dengan tarif 14%, royalti yang dikenakan sebesar 4,3 USD/Wmt, sehingga margin yang tersisa hanya 26,6 USD/Wmt.
“Margin tersebut bahkan lebih kecil daripada biaya produksi sejumlah penambang,” imbuh Meidy Katrin Lengkey.
Meidy menjelaskan, wacana kenaikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ini juga dapat mempengaruhi terhadap cadangan mineral. Kata dia, semakin tinggi harga suatu mineral, semakin rendah kadar batas penambangan yang dapat diterapkan, karena dengan margin produksi yang besar, endapan berkadar rendah yang cash cost-nya lebih tinggi, masih ekonomis untuk ditambang.
“Cut off grade yang rendah membuat volume cadangan menjadi lebih besar secara eksponensial,” imbuh Meidy.
Inovasi Dan Kinerja Solid Elnusa Dalam Mendukung Ketahanan Energi Nasional
Menurut Meidy, kenaikan tarif royalti yang menekan margin produksi akan menekan penambang meningkatkan cut off grade, sehingga volume cadangan akan menyusut signifikan.
“Dengan cadangan yang menyusut, tingkat produksi dan life of mine akan berkurang sehingga secara long term penerimaan negara justru akan berkurang,” bebernya.
Kebijakan royalti sektor minerba tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia.
Rencananya pemerintah bakal merevisi PP Nomor 26 Tahun 2022 tersebut. Perubahan akan difokuskan pada kenaikan royalti untuk sejumlah komoditas, yaitu nikel, tembaga, emas, timah, perak, dan batu bara. Perubahan ini diklaim bertujuan untuk meningkatkan tata kelola serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor pertambangan minerba.