Jakarta, TAMBANG – Sekertaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey merasa keberatan atas kondisi pasar nikel domestik yang dinilai dimonopoli oleh PT Antam. Pasalnya, Antam menguasai pasokan bijih nikel ke sejumlah smelter di dalam negeri. Sehingga dampaknya dikhawatirkan bakal mengancam keberlangsungan penambang skala kecil.
Kata Meidy, salah satu smelter domestik terbesar yang beroperasi di Sulawesi Tenggara, PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) misalnya, baru saja memutus kontrak pasokan ore dari penambang lokal. Kemudian, kontrak tersebut diganti diambil alih oleh Antam.
“Kondisi ini memang business to business, sah-sah saja smelter beli dari manapun. Demikian juga Antam, sah-sah saja jual ke mana saja. Tapi bagaimana kondisi kami penambang lokal tidak bisa jualan yang ditutup kontraknya oleh pabrik besar, kita mau jualan ke mana,” ungkap Meidy saat menghadiri rapat dengan Bank Indonesia, Selasa (4/8).
Ia menyayangkan kondisi tersebut, mengingat posisi Antam yang dinilai memiliki cadangan nikel besar. Menurutnya, Antam akan lebih tepat jika memanfaatkan aset bijih nikel miliknya dengan meningkatkan kapasitas smelter yang ada, atau membangun smelter baru.
“Ada yang tanya, kenapa Antam menjual ore. Antam punya cadangan besar, seharusnya membangun pabrik sendiri bahkan mengakomodir penambang lain untuk pasok ore,” ujar Meidy.
Pemutusan kontrak dari VDNI itu, dinilai menambah beban penambang lokal yang berada di Sulawesi Tenggara. Sebab, opsi untuk memasok ke pabrik lain akan membutuhkan tambahan biaya pengiriman, sehingga harga jual ore jadi kurang kompetitif.
“Pabrik yang lain kebutuhannya kecil, kalau kita kirim yang jauh kita tambah biaya tongkangnya,” jelas Meidy.
Berdasarkan laporan kinerja semester pertama tahun 2021, Antam mencatatkan produksi bijih nikel sebesar 5,34 juta ton, meningkat 287 persen ddibandingkan periode sebelumnya.
Hingga akhir tahun ini, Antam menargetkan total produksi bijih nikel sebesar 8,44 juta ton, meningkat 77 persen dibandingkan capaian produksi bijih nikel tahun 2020 sebesar 4,76 juta ton.
Menurut SVP Corporate Secretary Antam, Yulan Kustiyan, kenaikan produksi tersebut ditopang oleh pertumbuhan industri pengolahan nikel di dalam negeri. Perusahaan pelat merah ini, mampu menyediakan kualitas produk bijih nikel yang sesuai dengan permintaan pasar.
Selain itu, Antam juga mampu menurunkan biaya tunai atau cash cost sehingga meningkatkan daya saing biaya.
“Perusahaan memiliki komitmen menjaga biaya produksi tetap rendah sehingga daya saing usaha produk Antam tetap positif, dan kualitas produk bijih nikel Antam sesuai dengan kebutuhan pasar domestik,” papar Yulan.