Jakarta-TAMBANG. Anjloknya harga batu bara dalam beberapa tahun terakhir ini berimbas pada kinerja perusahaan-perusahaan tambang. Dalam paparan Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) EBITDA dari emiten batu bara telah turun tajam. Jika di tahun 2011 EBITDA perusahaan tambang batu bara yang tercatat di pasar modal masih diangka US$6,5 miliar maka di tahun 2014 telah anjlok kurang lebih 60% menjadi US$2,6 miliar. “Berdasarkan informasi keuangan yang tersedia, EBITDA emiten batu bara juga turun sekitar 16% di tahun 2015,”kata Ketua Umum APBI, Pandu P Sjahrir saat menyampaikan hasil kajian bersama APBI-ICMA dan PricewaterhouseCoopers di Jakarta, Senin (7/3).
Keuntungan perusahaan tambang pun turun bahkan sampai pada titik terendah dan pengurangan produksi terpaksa dilakukan secara luas oleh perusahaan-perusahaan tambang yang memiliki struktur biaya produksi.
Dengan kondisi yang demikian perusahaan melakukan berbagai langkah untuk bisa bertahan di masa suram ini. Efisiensi di segala lini dilakukan dan perusahaan pun lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Ini terlihat dari belanja modal yang terus mengalami penurunan. Jika di tahun 2012 perusahaan tambang mengeluarkan US$1,9 miliar sebagai belanja modal maka di 2015 perusahaan tambang hanya mengeluarkan US$0,4 miliar. Artinya terjadi penurunan kurang lebih 97%.
“Dari hasil survey yang kami lakukan penurunan ini masih akan berlanjut sekitar 10-20% di tahun 2016. Hal ini akan berimbas pada kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan batu bara relative terhenti,”kata Pandu.
Perusahaan pun akan menurunkan rata-rata nisbah kupas (stripping ratio) yang menurun dari 9,7x di tahun 2011 menjadi sekitar 7,5x di tahun 2014. Tren ini diperkirakan masih akan berlanjut di 2016. Sebagaimana diketahui dengan menurunkan rata-rata nisbah kupas yang berarti juga mengubah rencana penambangan dengan tujuan memperbaiki profitabilitas. Namun langkah ini akan mengurangi umur tambang dan juga ada sebagian cadangan batu bara yang tidak ditambang. “Dan karena ada potensi cadangan batu bara yang tidak ditambang akan menurunkan penerimaan pemerintah dari sektor ini,”terang Pandu.
Dan pada akhirnya ini akan mengurangi angka cadangan batu bara proven. Jika data Kementrian ESDM menyebutkan sekitar 32,3 miliar ton di 2014. Dari hasil survey atas beberapa perusahaan tambang telah terjadi penurunan cadangan batu bara mereka kurang lebih 29-40%. Ini karena penurunan harga batu bara. ‘Dengan demikian analisa kami, jumlah cadangan batu bara yang ada hanyalah 7,3-8,3 miliar ton pada akhir tahun 2015, jauh dibawah data Pemerintah,”kata Pandu.
Dari data-data inilah APBI membuat proyeksi awal yang menyebutkan bahwa cadangan batu bara Indonesia akan habis pada 2033-2036. “Hal ini kurang dari 20 tahun umur manfaat PLTU yang termasuk dalam program 35 ribu MW yang umumnya sekitar 25-30 tahun sejak beroperasi komersial,”pungkas Pandu. Untuk Pemerintah menurut Pandu perlu mengambil langkah strategis diataranya membuat sistem harga untuk batu bara dalam negeri khusus bagi keperluan PLTU.