Jakarta-TAMBANG. Di tengah harga batu bara yang cenderung melemah, Asosias Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) mengusulkan Pemerintah untuk membuat system harga batu bara jangka panjang. Harga ini nantinya tidak tergantung pada indeks harga batu bara dunia. Ini menjadi salah satu solusi untuk menekan turunnya harga komoditi batu bara yang akhirnya juga mengakibatkan angka cadangan batu bara yang terus turun.
“Dalam hal ini Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk merumuskan kebijaakn cost-based price system untuk batu bara dalam negeri guna keperluan PLTU yang masuk dalam program 35 ribu MW,”kata Ketua Umum APBI Pandu P. Sjahrir.
Jika kebijakan ini yang diambil setidaknya Pemerintah mendapat jaminan kepastian bahwa PLTU yang dibangun pada suatu masa tidak mengalami kesulitan pasokan batu bara. Dan tentu saja untuk memproteksi kenaikan harga listrik jika terjadi kenaikan harga batu bara.
“Selain itu kebijakan ini juga diharapkan akan menstimulasi investasi dan eksplorasi, mendorong perencanaan tambang jangka panjang serta menstabilkan keekonomian cadangan batu bara yang akhirnya bertujuan untuk menjamin ketersediaan batu bara untuk PLTU,”kata Pandu.
Dampak dari kebijakan ini Pemerintah akan membayar kurang lebih 1% dari tariff dasar listrik yang sebesar kurang lebih Rp.1.400/kWh untuk PLTU baru yang akan beroperasi pada 2019 atau 3% untuk PLTU yang sudah dibangun. “Ini semata-mata untuk melindungi negara dari krisis pasokan batu bara untuk PLTU dan sekaligus memproteksi kenaikan tariff listrik akibat kenaikan harga batu bara. Dan ini juga akan memperkuat industri batu bara,”terang Pandu.