Jakarta-TAMBANG. Beberapa waktu lalu terbetik berita bahwa Pemerintah akan merumuskan formula khusus untuk harga batu bara domestik. Ini untuk menjawab masukan PLN terkait harga batu bara untuk listrik, dimana perusahaan setrum milik negara tersebut ingin agar harga batu bara untuk domestik dihitung berdasarkan Cost plus margin. Dengan margin antara 15% sampai 25%.
Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menyerahkan sepenuhnya pada kebijakan Pemerintah. Meski demikian menurut Asosiasi perusahaan tambang tersebut mendukung skema pengaturan harga batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yaitu cost plus margin yang diajukan PT PLN (Persero).
“Sesuai research PwC, this (cost plus margin) only make senses kalau longterm. Kita support,” kata Pandu Sjahrir, Ketua Umum APBI di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya PLN mengusulkan agar harga jual batu bara untuk seluruh PLTU di dalam negeri menggunakan skema cost plus margin. Hal tersebut untuk mengantisipasi fluktuasi harga batu bara internasional.
Sejauh ini tersebut hanya untuk penjualan batu bara bagi pembangkit listrik baru diterapkan untuk PLTU mulut tambang. Margin ditetapkan sesuai kesepakatan antara penambang dan pengembang listrik, namun dibatasi antara 15%-25%.
Peraturan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Nomor 958.K/32/DJB/2015 menyebutkan, ada rentang nilai untuk masing-masing komponen penyusun cost, mulai dari pengupasan, pengangkutan, penggalian, pengolahan, overhead, iuran tetap, asumsi royalti, gross margin, hingga amortisasi dan depresiasi.
Untuk komponen pengangkutan dari lokasi pengolahan ke PLTU, nilainya tergantung kesepakatan antara produsen dengan pembeli batu bara.
“Tapi jangan direview tiap tiga bulan, jangan enam bulan atau satu tahun. Kalau mau life of mine, 10 tahun, di luar negeri kan 10-15 tahun. Bikin kontrak business to business longterm,” ungkap Pandu