Jakarta,TAMBANG,- Perusahaan tambang batu bara PT Mitrabara Adiperdana,Tbk telah mulai menambah lini bisnis dengan masuk ke bisnis energi baru dan terbarukan. Anak Usaha PT Baramulti Suksessarana,Tbk ini pun telah membentuk anak usaha PT Malinau Hijau Lestari (MHL) yang akan memproduksi wood pellet atau pelet kayu. Sebagaimana diketahui, Pelet kayu masuk kategori energi bersih dalam pemanfaatan biomassa. Produk ini punya keunggulan lebih ramah lingkungan, bentuknya mirip briket kayu, tetapi dari sisi ukuran dan bahan perekatnya berbeda.
PT Malinau Hijau Lestari didirikan pada 2018 dan saat ini sedang membangun pabrik yang terintegrasi mulai dari plantation, pabrik pengolahan sampai transportasi di atas area seluas 16.317 hektar di Malinau Utara, Kalimantan Utara. Perusahaan juga telah membangun fasilitas pembibitan (nursery) yang sudah rampung sejak 2022.
“Fasilitas ini dibangun karena MHL ingin mengurus dan mengelola sendiri menyediakan bibit untuk di perkebunan. Nursery yang ada sekarang sudah bisa mendukung supply bibit agar bisa menjamin keberlangsungan kegiatan perkebunan,”terang Direktur Utama MHL Helmy Paramaditya dalam bincang Media yang dilaksanakan di Jakarta (26/4).
Pabrik pelet kayu ditargetkan selesai dibangun November 2025. Sementara, infrastruktur pendukung akan mulai dibangun Juni 2024 hingga targetnya rampung pada Juni 2025 dan produksi komersial akan mulai pada Desember 2025. “Sekarang yang sedang berjalan itu adalah untuk pembangunan pabriknya. Sudah berjalan sejak Desember 2023 dan targetnya kita ini akan selesai di November 2025. Targetnya commercial operating date itu pada Desember 2025,” lanjut Helmy.
Pabrik pellet kayu yang sedang dibangun berkapasitas 150 ribu ton per tahun. Investasi yang disediakan untuk pembangunan pabrik ini sebesar USD70 juta, di mana hampir USD 50 juta bersumber dari pinjaman PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP).
Terkait pasar, Helmy menyebutkan untuk saat ini perusahaan memilih Jepang sebagai target ekspor karena jaraknya yang lebih dekat dengan Indonesia. “Sebenarnya banyak yang sudah pakai (pelet kayu), terutama Eropa karena yang sudah mature kan di sana. Tetapi Jepang dipilih karena dari jaraknya lebih dekat,” pungkas Helmy.