Lumajang – TAMBANG. Setelah sempat dihentikan Bupati Lumajang, Asat Malik, aktivitas survei panas bumi yang dikerjakan PT Hitay Rawas Energy bisa berlanjut. Pertemuan yang digelar Kamis (25/6) sore berhasil mencairkan suasana dan meluruskan kesimpangsiuran informasi yang terjadi.
“Ini sosialisasi ulangan, karena sebelumnya kami sudah melakukan sosialisi ke pemda-pemda setempat dengan difasilitasi oleh Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur. Jadi sebenarnya hanya miskomunikasi yang mungkin disebabkan adanya pergantian bupati. Kami rasa kami perlu juga untuk kembali menjelaskan tentang aktivitas kami. Dan hasilnya pertemuan hari ini positif, akhirnya semua secara aklamasi sepaham memberikan dukungan,” jelas Manajer Hubungan Pemerintah dan Publik Hitay Group, Zulhendri Abdullah, dalam pembicaraan telepon dengan Majalah TAMBANG, Kamis (25/6) petang.
Memang pergantian kepala daerah Lumajang awal tahun ini terjadi karena pejabat bupati sebelumnya, Sjahrazad Masdar, meninggal dunia setelah sempat dirawat beberapa bulan di rumah sakit. Kemudian Asat Malik yang tadinya menjabat wakil bupati pun menggantikannya.
Sosialisasi terbuka yang digelar Kamis (25/6) itu tak hanya dihadiri oleh bupati beserta jajarannya. Pada kesempatan tersebut turut pula dilibatkan perwakilan masyarakat serta aktivis lingkungan yang belakangan ini giat melancarkan protes. Jumlah partisipan pada sore itu pun mencapai lebih dari 70 orang.
“Sekarang ini aktivitas yang kita lakukan hanya berupa pengukuran data-data geolologi dan geokimia. Nantinya akan kita olah lagi untuk laporan,” ujar Zulhendri yang ketika itu didapuk menyampaikan paparan.
Karena masih dalam tahapan Pelaksanaan Survei Pendahuluan, maka semua aktivitas hanya di permukaan tanah. Zulhendri menegaskan sama sekali tak ada pengeboran. Untuk masuk tahapan eksplorasi setidaknya akan butuh waktu 2 tahun, dan tambahan 8 tahun lagi untuk masuk tahapan eksploitasi. Itupun bila nantinya memang benar ada potensi, dan potensi tersebut ekonomis, sehingga bisa ditetapkan sebagai Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP).
“Perusahaan mengambil risiko kerugian dari semua biaya survei pendahuluan yang dilakukan. Kami adalah perpanjangan tangan yang ditunjuk pemerintah. Pemerintah tidak mengeluarkan sepeserpun, tapi berhak untuk mendapatkan data-data laporan yang bisa menambah inventaris potensi panas bumi,” ungkapnya.
Terkait soal perizinan, ia pun menjelaskan bahwa semua sudah dilengkapi sejak bulan Maret 2015. Izin dari Menteri ESDM juga sudah dikoordinasikan dengan perizinan dari Pemda Jawa Timur dan DInas ESDM setempat.
“Izin survei pendahuluan diberikan pemerintah setelah dilakukan evaluasi baik teknis dan finansial terhadap pihak swasta yang mengajukan permohonan, serta dengan adanya rekomendasi pemerintah daerah setempat. Dalam hal ini, Hitay sudah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur Jawa Timur, Pak Soekarwo,” ia membeberkan.
Zulhendri pun merunut kembali awal keterlibatan investor Turki dalam proyek panas bumi di Indonesia. Dalam kunjungan kenegaraan tahun 2010 silam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengundang untuk ikut berinvestasi mengembangkan panas bumi di beberapa tempat, salah satunya Provinsi Jawa Timur. Mehmet Hitay, sang pemilik Hitay Group pun datang langsung merespon tawaran tersebut.
Di provinsi tersebut, Hitay memilih tiga titik lokasi yang dinilai layak untuk dikaji. Untuk kawasan Bromo-Tengger, survei pendahuluan telah rampung tahun lalu dan laporannya sudah diserahkan pada pemerintah untuk menunggu evaluasi. Kemudian dua lokasi lainnya yang masih dikerjakan adalah Gunung Raung serta Blok Tiris, yang mencakup beberapa kabupaten termasuk Lumajang.
Dari seluruh wilayah yang digarap Hitay, memang aksi protes hanya sempat terjadi di Lumajang. Namun setelah berbagai kecurigaan dan kesimpangsiuran informasi diluruskan, Kamis (25/6) itu pun kegiatan survei pendahuluan boleh kembali dilanjutkan. Sehingga survei tersebut dapat berjalan sesuai jadwal yang diharapkan rampung dalam satu bulan, dan laporan akhir bisa diserahkan pada pemerintah di bulan Agustus.