Jakarta-TAMBANG. Perusahaan batu bara PT Pesona Khatulistiwa Nusantara (PKN) bersiap mengoperasikan pembangkit listrik batu bara (PLTU) sebesar 7,5 MW di Kabupaten Bulungan pada akhir tahun 2015. Direktur Umum dan Pengembangan Bisnis PKN, Tria Suprajeni mengatakan saat ini pembangunannya sudah hampir selesai dan siap dioperasikan pada Desember mendatang.
Menurut Tria pengoperasian PLTU pada Desember mendatang merupakan tahap pertama dari total kapasitas PLTU yang mencapai 2×7,5 MW. Sementara itu tahap kedua ditargetkan mulai beroperasi pada semester kedua 2016. Dari total 7,5 MW tahap pertama, sebesar 2 MW di antaranya akan disalurkan ke masyarakat melalui mekanismen jual beli listrik dengan PLN wilayah Kaltim. Sisanya akan digunakan untuk kegiatan operasional pertambangan PKN.
“Pekan ini kami bersiap melakukan penandatanganan PPA dengan manager PLN wilayah Kaltim. Kami menggunakan jaringan transmisi tegangan rendah mereka,” kata Tria kepada Majalah TAMBANG di kantornya, Selasa sore kemarin (20/10).
Apabila proyek PLTU berhasil, ke depan perusahaan berencana membangun pembangkit dengan kapasitas yang lebih besar mencapai 2×100 MW. Namun pembangunan itu juga bergantung pada rencana PLN yang ingin menambah jaringan transmisi yang lebih besar di sekitar wilayah pertambangan PKN.
“Ke depan kami kan memang kami punya rencana bikin kawasan industri sendiri. Kami harap bisa undang pengusaha smelter untuk gabung ke tempat kita,” ujar Tria.
Fokus ke Hilirisasi Batu Bara
PKN memang menjadi salah satu perusahaan tambang batu bara yang komitmen untuk melakukan pengolahan batu bara di dalam negeri. Selain diolah menjadi energi listrik lewat PLTU batu bara, PKN juga sudah mulai memproduksi briket batu bara. Lokasi pabriknya masih berada di sekitar tambang batu bara milik PKN.
Sejak didirikan pada Februari 2015 lalu, dalam sebulan PKN mampu memproduksi briket hingga 3.500 ton. Jumlah itu masih di bawah target karena sempat terkendala mesin dan teknologi yang dipakai. Tria menargetkan dalam satu tahun PKN mampu memproduksi briket hingga 60.000 ton yang akan dipasarkan di sekitar Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Briket buatan PKN dibuat dari campuran finecoal (97%) dan tepung singkong (3%) sebagai perekatnya. Finecoal yang tidak memiliki nilai jual mampu diubah menjadi briket dengan kandungan kalori mencapai 3.700 kilo kalori/kilogram. Stok finecoal PKN untuk bahan baku briket mencapai 300 ribu ton. Selain diolah jadi briket, finecoal itu juga menjadi campuran batu bara untuk PLTU milik mereka.
“Dari pada finecoal itu disia-siakan lebih baik kami manfaatkan sehingga memiliki nilai tambah. Harga jual briket jika diserap sektor industri kecil justru jauh lebih tinggi dibanding untuk PLTU,” ungkap Tria.
Harga jual finecoal dengan kandungan kalori 3.700 kilo kalori/kilogram sebesar Rp 800 per kilogram atau sekitar Rp 800.000 per ton. Jika dikonversikan ke dalam mata uang dolar nilainya mencapai US$ 65 per ton. Nilai jualnya, kata Tria, akan semakin tinggi apabila kandungan kalorinya bisa dinaikkan lebiih tinggi hingga 4.200 kilo kalori/kilogram.
“Target kami nanti mau naikkan hingga 4.200 kilo kalori/kilogram. Itu bisa menutup ongkos produksi untuk briket dan tambang batu baranya sekaligus. Saya cukup optimis. Sekarang tinggal kami menciptakan pasar yang masih sepi ini.”
Selain briket batu bara, rencananya pada Januari 2016, PKN mulai memproduksi batu bara upgrading atau batu bara yang sudah mengalami proses pengeringan sehingga kandungan kalorinya lebih tinggi. PKN, kata Tria berkomitmen untuk fokus pada empat lini bisnis mereka: batu bara, briket, upgrading, dan PLTU.
“Jadi bener kata orang, semakin banyak masalah semakin pinter kita untuk mencari solusinya. Kalau semua sudah didepan mata, kita sering kali malas berpikir. Sebelumnya mana pernah saya berpikir bangun PLTU atau briket. Tapi begitu harga jatuh, ya kita harus cari jalan keluarnya.”