Jakarta-TAMBANG. Kementrian ESDM tengah melakukan audit atas smelter timah di Provinsi Kepulauan Riau. Dari hasil sementara ditemukan dari 47 izin smelter yang ada hanya 29 smelter yang beroperasi. Dengan demikian setidaknya ada 18 Smelter yang sudah mengantogi izin namun tidak beroperasi.
Hal ini disampaikan Inspektur Jenderal Kementerian ESDM Mochtar Husein. Ia menjelaskan kegiatan audit smelter timah dilaksanakan sebagai hasil kesepakatan pertemuan lintas kementerian dan Lembaga Pemerintah yang diselenggarakan di Bangka Belitung pada November 2015. Pihak yang ditunjuk untuk melakukan audit adalah Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementrian ESDM.
“Saat kita koordinasi dengan unsur kepolisian, ESDM, dan KPK. Ada beberapa poin diantaranya standarisiasi peralatan kerja penambang rakyat, sudah dilakukan Ditjen Minerba,” terang Moctar, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (17/5/2016).
Dalam pelaksanaanya ternyata pihak Itjen menemui beberapa kesulitan. Apalagi kewenangan audit sebenarnya bukan kewenangan Kementrian ESDM mengingat smeltera masuk dalam sektor hilir. Sudah seharusnya itu menjadi kewenangan Kementrian Perindustrian. Namun Itjen harus melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan.
Ternyata hal ini dalam pelaksanaanya pihak Itjen mengalami kesulitan termasuk sulit mendapatkan data dari lapangan. ”Tentunya ada batasan yang kami alami dilapangan. Pertama karena tidak melibatkan Kementerian Perindustrian lantaran ada data terkait yang kami lihat tentang perizinan smelter,” ungkap Mochtar.
Belum lagi menurut Mochtar yang pernah menjabat Direktur PLP Bidang Kesejahteraan Rakyat pada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pihaknya juga tidak leluasa masuk ke industri smelter. Sehingga pihaknya sulit mendapatkan data produksi dan cadangan yang dimiliki pemengang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP). Termasuk alasan perusahaan smelter tidak beroperasi.
“Saya baru melakukan audit terbatas, tidak melakukan kajian dan hanya berdasarkan data yang disajikan pada kita. Bukan lihat buktinyam”terangnya.
Meski demikian setidaknya dengan data yang ada Kementrian ESDM sudah bisa menemukan beberapa hal yang bisa mnjadi dasar untuk melakukan kajian lanjutan. Salah satunya ada smelter yang tidak beroperasi. Hal ini telah membuat kapasitas produksi smelter timah tahun ini pun turun. Bahkan dari data yang ada dibanding dengan kapasitas produksi tahun 2015, hanya 21% dari total kapasitas produksi tahun 2014.
Menurut audit yang dilakukan oleh instansinya, kapasitas smelter peleburan timah (tanur) yang digunakan hanya sebanyak 20% dari total kapasitas terpasang yang mencapai 340.630 ton per tahun pada 2015 lalu.
Hal yang sama juga terjadi pada proses peleburan timah dimana terjadi penurunan kapasitas proses pemurnian (refining) timah. Kapasitas terpasang refining timah pada 2015 hanya sebesar 20,82% dari total kapasitas 339.186 ton per tahun.
Dengan data ini setidaknya Kementrian ESDM bisa menggali informasi lebih jauh penyebabnya. Bisa saja karena penyerapan pasar yang makin turun sehingga perusahaan smelter memilih untuk menghentikan sementara produksinya.
Namun bagi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hal ini bisa mnejadi bahan pertimbangan dalam memberi izin Usaha Pertambangan (IPU) Operasi Produksi Khusus bagi perusahaan smelter. Artinya tidak ada izin usaha smelter yang dikeluarga.
“Kami akan bicarakan dulu hasil sementara untuk susun langkah berikutnya. Apakah kalau kapasitas smelter terpasang hanya terpakai 21% masih perlu membangun smelter baru?” terang Mochtar.