Jakarta, TAMBANG – PT Adaro Indonesia memiliki jumlah mitra kerja yang sangat besar, totalnya mencapai 152 perusahaan. Dari jumlah itu, 54 persennya merupakan mitra kerja dari lokasi di sekitar pertambangan.
“Adaro sedang menerapkan optimalisasi mitra kerja. Sekarang Adaro punya 152 mitra kerja, 54 persennya dari sekitar pertambangan,” kata Kepala Tehnik Tambang Adaro, Suhernomo dalam acara ‘Seminar Pertemuan Tahunan Perusahaan Jasa Pertambangan’ di Jakarta, Senin (7/5).
Secara khusus, Suhernomo menguraikan tentang urgensi mitra kerja utamanya terkait usaha jasa pertambangan. Menurutnya, perusahaan jasa pertambangan memiliki peranan penting dalam menopang industri pertambangan.
“Kita ketahui, perusahaan tambang sekarang metodenya bukan dikerjakan sendiri,” kata Suherman.
Dalam perekrutan jasa, Adaro lebih memprioritaskan kepada mitra kerja ‘eksisting’. Maksudnya, ketika ada tender baru, maka penawaran diutamakan kepada mitra kerja yang sudah berkontrak sebelumnya. Kalau mereka merasa tidak sanggup, lalu penawaran diajukan kepada mitra baru.
“Ini upaya memproteksi mitra kerja, kecuali mereka angkat tangan, mereka sudah tidak mampu lagi, baru kita impor dari luar pulau, itu juga nasional,” kata Suherman.
Dia juga menyinggung soal Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 11/2018. Salah satu pokoknya, mengatur soal transparansi dalam perekrutan perusahaan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).
“Pasal 61 poin 1f mengatur adanya kewajiban pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) atau IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) menerapkan kepatutan transparansi dalam hal (memilih) perusahaan IUJP,” beber Suhernomo.
Ini berkaitan dengan kewajiban penggunaan jasa pertambangan dalam negeri. Setiap agenda kerja perusahaan harus melampirkan IUJP secara jelas. Prioritas tender diberikan kepada IUJP berbadan hukum nasional. Apabila ada keperluan jasa dari luar negeri, maka perusahaan tersebut harus bisa memberikan alasan yang kuat.
Sebelumnya, Menteri ESDM, Ignasius Jonan, tak hanya menyoroti soal prioritas penggunaan jasa pertambangan nasional saja, tapi juga penggunaan para pekerja dalam negeri.
“Semua kegiatan pertambangan, kami minta untuk tidak melupakan masyarakat di sekitar pertambangan,” ucap Jonan, Sabtu (5/5).
Jonan berharap masyarakat setempat memiliki rasa kepemilikan terhadap kegiatan pertambangan. Ia tidak mau masyarakat setempat, tidak ikut merasakan manfaat atas kegiatan yang berada di wilayah mereka.
“Kalau sense of ownership ada itu semestinya proses demokrasinya berjalan,” pungkas Jonan.