Jakarta, TAMBANG – PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menorehkan laba bersih tahun 2017 sebesar Rp4,42 triliun, merosot tajam dari torehan tahun 2016 yang mencapai Rp 8,15 triliun.
Meski demikian, secara kumulatif dari 2015 hingga 2017, PLN hanya melakukan tambahan pinjaman Rp83,6 triliun, jauh lebih rendah dibanding penyerapan investasi yang bertengger di angka Rp190,7 triliun. Artinya, lebih dari 60 persen, PLN menggunakan dananya sendiri dalam menggarap berbagai tugasnya.
“Sebagaimana yang kita tahu, dana sendiri bisa 20 sampai 30 persen saja. Tapi kami lebih dari 60 persen. Kami sangat konservatif terhadap pinjaman, kalau tidak butuh sekali ya tidak pinjam” kata Direktur Keuangan PLN, Sarwono, dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (28/3).
Untuk tahun ini, PLN juga mengakui akan melakukan pinjaman. Hanya saja, soal berapa besaran pinjaman dan kapan dilakukan, Sarwono belum bisa memastikan.
“Tahun ini pinjam tidak? Insya Allah kami pinjam. Kapan? Lah ini kapan pada waktu yang tepat, bunga yang tepat, tidak bisa kami sebutkan,” tutur Sarwono.
Sarwono hanya menaksir pinjaman tahun ini sekitar Rp 50-60 Triliyun. Lalu kemana PLN akan melakukan pinjaman?
“Tergantung. Kalau lokal (dalam negeri) bunganya rendah ya kami ambil lokal. Kalau luar (negeri) murah ya ambil dari luar,” tegas Sarwono.
Sebagai informasi, dalam kurun tiga tahun belakangan, PLN memberikan kontribusi fiskal kepada negara sebesar Rp239 triliun. Rinciannya, Rp96 triliun dari pajak dan deviden. Serta penghematan subsidi sebesar Rp143 triliun.
Terkait merosotnya laba, PLN menegaskan, diakibatkan oleh kenaikan harga energi primer batu bara. Pada 2017, Biaya Pokok Produksi (BPP) PLN naik Rp16,4 triliun akibat harga batu bara yang mengikuti harga pasar. Meski dihimpit harga batu bara, PLN berhasil menahan harga listrik tidak naik. Tak hanya itu, PLN juga memastikan hingga 2019, tidak akan ada kenaikan tarif listrik.