Sumedang – TAMBANG. Harga gas untuk industri pupuk hingga saat ini masih belum mencapai standar keekonomian. Padahal, gas menjadi bahan baku bagi industri pupuk, bukan sebagai energi.
“Harga gas yang ideal itu $4 per MMBTU, kita beli rata-rata seluruh produsen pupuk $7 per MMBTU lebih, jadi jauh sekali,” ujar Direktur SDM dan Umum PT Petrokimia Gresik, Rahmad Pribadi usai acara Seminar Nasional Pemetaan Kualitas Tanah di Indonesia untuk Mendukung Swasembada Pangan Nasional di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Kampus Jatinangor, Jumat (19/08).
Selama ini bagi produsen pupuk urea dan yang lain, gas adalah komponen yang paling penting. Penggunaan gas untuk produksi persentasenya mencapai 70%, sedangkan saat ini Petrokimia Gresik membutuhkan pasokan gas sebesar 80 MMBTU.
Dirinya khawatir, dengan mahalnya harga gas, maka harga jual pupuk pun akan terdampak sehingga kalah bersaing dengan produk impor. Selanjutnya mengakibatkan swasembada pangan berpotensi terganjal.
Penyediaan kebutuhan pupuk saat ini 53% nya didapat dari impor, karena harga gas di luar negeri lebih murah. Untuk itu pihaknya saat ini sedang mengupayakan supaya harga gas bisa turun sesuai dengan standar dunia, karena harga gas di Indonesia untuk pupuk terlalu mahal.
“Harapannya kalau sudah turun seperti harga dunia, harga pupuk juga bisa lebih kompetitif,” jelasnya.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dr. Herman Khaeron juga menyayangkan harga gas dalam negeri berbeda dengan harga gas di luar negeri, sehingga membuat harga pupuk urea dalam negeri tidak kompetitif, bahkan untuk persaingan dalam negeri sendiri.
Dirinya merasa bahwa penelitian mengenai penggunaan pupuk dengan rekomposisi 500 kg organik, 300 kg NPK, 200kg urea patut dipertimbangkan, dari sebelumnya 500 kg kimia dan sisanya organik. Dengan rekomposisi tersebut otomatis akan menurunkan terhadap biaya yang harus dikeluarkan untuk urea (pupuk kimia), sekaligus akan meningkatkan ketersediaan pupuk bersubsidi.
“Karena Semakin ditekan pada biaya pupuk yang subsidinya tinggi, dialokasikan ke pupuk yang biaya subsidinya rendah, otomatis akan meningkatkan terhadap jumlah pupuk yang disediakan dalam pupuk bersubsidi,” tukasnya.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi menyebutkan, “Dalam hal harga gas bumi tidak dapat memenuhi keekonomian industri pengguna gas bumi dan harga gas bumi lebih tinggi dari 6 dollar AS (Amerika Serikat) per MMBTU (Million British Thermal Units), Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) dapat menetapkan harga gas bumi tertentu.” Khususnya bagi industri pupuk.
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mengatakan, sudah ada kebijakan terkait prioritas penggunaan gas, dimana nanti akan ada perbedaan harga. Kementerian Perindustrian saat ini tengah mengkaji, untuk memastikan industri apa saja yang memerlukan harga gas kompetitif.
Pabrik pupuk di Indonesia banyak yang sudah berusia lebih dari 25 tahun, sehingga penggunaan gasnya pun boros. Dirinya tidak ingin pemerintah membuat regulasi yang justru membuat daya saing industri di Indonesia lebih lemah.