Jakarta-TAMBANG. Pemanfaatan teknologi nuklir khususnya di Indonesia sudah merambah ke berbagai bidang, diantaranya pertanian, kesehatan, industri, dan lingkungan. Selain itu teknologi nuklir juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik yang dikenal dengan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebagai lembaga penelitian yang diberi tugas untuk melakukan penyiapan pembangunan PLTN telah melakukan berbagai persiapan diantaranya studi tapak dan studi kelayakan terhadap calon tapak PLTN.
Terkait dengan rencana pembangunan PLTN di Indonesia, banyak masyarakat mempertanyakan kesiapan sumber daya khususnya uranium sebagai bahan bakar PLTN di Indonesia. Menjawab pertanyaan masyarakat tersebut, Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir–BATAN telah melakukan kegiatan eksplorasi bahan mineral radioaktif sejak tahun 1972. Berdasarkan hasil kegiatan eksplorasi tersebut dinyatakan bahwa potensi sumber daya uranium dan thorium tersebar diberbagai daerah di Indonesia dengan jumlah 70ribu ton uranium dan sekitar 133 ribu ton thorium.
Bahasan tentang uranium merupakan babak awal dalam rangkaian panjang pembangunan PLTN, hal ini disampaikan oleh expert International Atomic Energy Agency (IAEA), Harikhrisnan Tulsidas dalam pertemuan koordinasi dengan 11 negara antara lain Indonesia, Thailand, Philipina, Bangladesh, Jordania, Iran, Mongolia, Vietnam, Srilanka, China, dan IAEA, Selasa (22/3).
“IAEA sebagai lembaga tenaga atom internasional selalu memberikan dukungan kepada para negara anggota dalam pemanfaatan teknologi nuklir di bidang energi dan non energi untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Harikhrisnan Tulsidas.
Menurut Harikhrisnan, perkembangan pemanfaatan teknologi nuklir untuk energi dirasa sangat pesat terutama di wilayah asia pasifik dalam pemenuhan kebutuhan energi listriknya, hal ini terlihat dari banyaknya negara yang sudah melakukan berbagai persiapan dalam membangun PLTN seperti Vietnam dan Bangladesh. “Negara yang akan membangun PLTN diharapkan mempunyai perencanaan dan pemetaan yang bagus terkait dengan potensi uranium dan pengelolaannya,” tambahnya.
Dalam membangun PLTN menurut Harikhrisnan, tiga komponen penting yang harus mendapat perhatian khusus yaitu keamanan (security), keselamatan (safety) dan manajemen bahan nuklir (safeguards). Uranium merupakan bahan nuklir harus dikelola dengan baik mulai dari eksplorasi, produksi bahan bakar sampai dengan limbahnya.
Deputi Bidang Teknologi Energi Nuklir (TEN) – BATAN, Taswanda Taryo yang ikut hadir dalam pertemuan tersebut menyoroti soal kebutuhan energi listrik nasional di tahun 2025 yang diperkirakan mencapai angka 115 Giga Watt.
“Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik nasional pemerintah menggalakkan energi baru dan terbarukan (EBT) diantaranya mikro hidro, panas bumi, panas matahari, dan biomassa sebagai sumber energi listrik. Bahkan pemerintah menargetkan EBT berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional sebesar 23 persen,” ujar Taswanda.
“Hingga saat ini EBT mampu berkontribusi hanya sekitar 15 persen, sehingga masih terdapat kekurangan sebesar 7 persen. Kekurangan ini diharapkan dapat dipenuhi oleh nuklir sebagai salah satu alternatif sumber energi listrik nasional,” tambahnya.
Pertemuan yang digelar selama 4 hari ini dijadikan sebagai ajang tukar pengalaman antar negara dalam pengelolaan bahan galian nuklir termasuk uranium dan thorium serta menentukan langka strategis dalam pengelolaannya.