Jakarta, TAMBANG – Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada UMKM dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Keagamaan berpotensi menimbulkan liberalisasi sektor pertambangan. Hal ini disampaikan DeHeng ARKO Law OƯices (“ARKO Law”) bersama Indonesian Mining Institute (IMI).
“IMI dan ARKO Law melihat bahwa kebijakan ini berpotensi mengurangi dominasi negara dalam pengelolaan tambang dan menggesernya ke arah liberalisasi pertambangan, bersifat diskriminatif, melemahkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta bertentangan dengan semangat Pasal 33 UUD 1945,” ucap Chairman IMI, Irwandy Arif dalam keterangan yang diterima TAMBANG, Kamis (20/2).
Kebijakan pemberian WIUP secara prioritas kepada UMKM dan Ormas Keagamaan dapat menimbulkan sejumlah risiko. Pemberian izin kepada entitas non-pemerintah berpotensi membuka ruang bagi kepentingan politik serta menggeser kontrol negara menuju liberalisasi.
“Selain bertentangan dengan semangat Pasal 33 UUD 1945, usulan ini juga berisiko menurunkan efektivitas pengelolaan tambang, meningkatkan eksploitasi berlebihan, mengakibatkan kerusakan lingkungan, dan mengurangi penerimaan negara. Pergeseran dari peran negara sebagai pengelola utama menjadi fasilitator izin bagi entitas swasta atau non-komersial berpotensi melemahkan kedaulatan ekonomi atas sumber daya strategis,” imbuh Irwandy.
Prancis Jadi Investor Kedua Terbesar dari Uni Eropa, KADIN: Ini Bukti Indonesia Mitra Strategis
Irwandy menjelaskan, keterbatasan modal dan keahlian dalam pengelolaan tambang pada UMKM juga menjadi faktor yang dapat menghambat efektivitas implementasi usulan kebijakan ini. Dibanding mengolah tambang secara langsung, UMKM didorong jadi mitra perusahaan eksisting.
“Daripada terlibat langsung dalam operasional pertambangan, UMKM lebih disarankan untuk berperan sebagai mitra,” jelasnya.
Irwandy menyebut bahwa di negara-negara lain, keterlibatan lembaga non komersial di industri pertambangan hanya sebatas investasi pasif. Tidak terjun langsung menangani pertambangan yang bersifat teknik.
“Berkaca pada praktik di negara lain, partisipasi lembaga non-komersial dalam pertambangan lebih berbasis pada investasi pasif daripada operasional langsung, dengan menerapkan standar teknis yang ketat, serta menekankan prinsip keberlanjutan, optimalisasi manfaat ekonomi, dan regulasi ketat untuk meminimalkan dampak sosial dan lingkungan,” beber Irwandy.