Beranda ENERGI Energi Terbarukan Tumbuhan Mangrove: Inisiatif Hijau Industri Hitam yang Ternyata Punya Sumber Energi Terbarukan

Tumbuhan Mangrove: Inisiatif Hijau Industri Hitam yang Ternyata Punya Sumber Energi Terbarukan

Mangrove
Tumbuhan mangrove di kawasan Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk, Kamal Muara, Jakarta Utara. Dok: Rian.

Perusahaan tambang berbondong-bondong menanam mangrove. Jadikan strategi dekarbonisasi. Atasi perubahan iklim demi keberlanjutan lingkungan dan perusahaan. Mangrove juga bisa diolah jadi sumber energi ramah lingkungan, bioetanol.

Jakarta, TAMBANG – Terik panas Utara Jakarta tak menyurutkan semangat Iben. Di Hari Mangrove Sedunia itu, dia tetap melanjutkan tugasnya, menjelaskan fungsi dan manfaat tanaman hijau bersemak yang tumbuh di pesisir ini kepada relawan yang berasal dari PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA).

Pendiri Sebumi ini bahkan ikut nyemplung ke lahan pembibitan yang dalamnya sedada orang dewasa. “Mangrove ini banyak memiliki manfaat. Bukan hanya manfaat fisik seperti mencegah abrasi dan tsunami,” ungkap aktivis lingkungan yang punya nama lengkap Iben Yuzenho Ismarson ini.

Kata Iben, mangrove memiliki fungsi kimiawi yang dapat menyerap karbon dioksida (CO₂) dari atmosfer melalui fotosintesis. Karbon yang diserap disimpan dalam biomassa tanaman seperti batang, daun, akar dan dalam tanah. Ini membantu mengurangi konsentrasi CO₂ di atmosfer dan berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim.

Emisi gas rumah kaca (GRK) yang disedot mangrove terbilang signifikan. Dari 1.000 pohon, emisi karbon yang terserap bisa mencapai 25.000 kilogram (Kg).

“Sebesar 70 persen karbon yang ada di mangrove itu ada di bawah, karena sifat akarnya mengikat sedimen, termasuk unsur hara dan karbon yang ada di dalamnya,” beber alumni Institute Pertanian Bogor (IPB) ini.

Pendiri Sebumi, Iben Yuzenho Ismarson (tengah) menjelaskan bibit mangrove kepada relawan MDKA.

Dalam memperingati Hari Mangrove Sedunia tahun 2024, MDKA yang adalah perusahaan tambang emas, tembaga dan nikel, menanam 1.000 bibit. Sebanyak 500 bibit ditanam di Kawasan Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk, Kamal Muara, Jakarta Utara dan 500 bibit lagi ditebar di Kawasan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Penanaman secara simbolis dilakukan pada Kamis 25 Juli 2026.

Mewakili induk usaha, Direktur PT Bumi Suksesindo (BSI), Cahyono Seto menyampaikan bahwa perusahaan mewajibkan semua unit usaha menanam mangrove sebagai bagian dari ikhtiar mencegah bumi dari perubahan iklim terutama untuk menekan emisi karbon.

Seto menjelaskan, penanaman bibit mangrove secara rutin memiliki berbagai manfaat, termasuk pemulihan kualitas ekosistem, mitigasi perubahan iklim, percepatan rehabilitasi lingkungan, penyerapan karbon berbahaya dan perlindungan daratan dari ancaman abrasi laut.

“Penanaman 1000 bibit mangrove yang dilakukan oleh Grup Merdeka diperkirakan dapat menyerap sekitar 25.000 kg karbon per tahun melalui bibit-bibit yang telah ditanam dan berkembang menjadi pohon,” beber Seto.

Terkait hal ini, Perusahaan bahkan telah menerbitkan komitmen nol bersih yang didukung Greenhouse Gases (GHG) emissions reduction roadmap dengan target mengurangi emisi sebesar 50 persen dari produk tembaga dan  produk asam 29 persen.

“Grup Merdeka membangun kesadaran kolektif para karyawan melalui program konservasi lingkungan berkelanjutan, sehingga menghasilkan aksi nyata yang positif terhadap kelestarian lingkungan sekitar,” ungkap Seto.

PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) menanam 1.000 mangrove dalam memperingati Hari Mangrove Sedunia yang diperingati setiap hari 26 Juli.

Selain komitmen terhadap konservasi lingkungan berkelanjutan, MDKA juga melakukan pengurangan emisi karbon lewat penggunaan 100 persen energi baru terbarukan (EBT) di Tambang Emas Tujuh Bukit di Banyuwangi, Jawa Timur. Energi terbarukan yang dipasok ke operasi Tambang Tujuh Bukit berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang, Jawa Barat.

Penanaman mangrove bisa dibilang sebagai inisiatif perusahaan, sementara yang masuk kategori kewajiban adalah melakukan reklamasi dan revegetasi di lahan pascatambang. Hal ini sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

PT Trimegah Bangun Persada Tbk, lebih masyhur dikenal Harita Nickel telah menanam 67.691 bibit mangrove di area seluas 23,04 hektare (ha) sejak tahun 2021. Bibit disebar di empat lokasi berbeda di Kabupaten Halmahera Selatan yakni di Desa Soligi, Kecamatan Obi, Desa Awango dan Belang-Belang di Kecamatan Bacan dan Desa Guruapin di Kecamatan Kayoa.

Terbaru, perusahaan tambang nikel terintegrasi di Pulau Obi, Maluku Utara ini digandeng Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) untuk mengejar target nasional rehabilitasi lahan mangrove seluas 600.000 ha pada tahun 2024.

Direktur Health, Safety and Environment Harita Nickel, Tonny Gultom menyampaikan, giat tanam mangrove dan inisiatif hijau lain merupakan bukti konkrit perusahaan dalam melakukan tata Kelola pertambangan yang berkelanjutan. Konsep berkelanjutan merujuk pada pemanfaatan sumber daya secara bijaksana untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

“Kami percaya bahwa kolaborasi dengan berbagai pihak sangat penting untuk mencapai target rehabilitasi mangrove nasional,” ujar Tonny Gultom.

Mangorve
Harita bekerja sama dengan Kemenko Marves untuk mengejar target nasional rehabilitasi lahan mangrove seluas 600.000 ha pada tahun 2024.

Dalam praktiknya, penanaman mangrove yang dilaksanakan Harita Nickel kerap menggandeng stakeholder termasuk masyarakat setempat dan bahkan melibatkan Universitas Khairun Ternate. Agar penanaman dan pertumbuhan mangrove berjalan optimal, dilakukan pemantauan secara rutin.

Harita Nickel telah menempatkan lebih dari 1.700 blok terumbu karang buatan untuk mendukung perkembangan habitat ikan di perairan sekitarnya, yang diharapkan akan memberikan manfaat ekonomi bagi komunitas lokal di masa depan.

“Selain rehabilitasi mangrove, Harita Nickel juga menjalankan program pemantauan laut yang dilakukan mencakup pemantauan kualitas air laut, kualitas sedimen laut, dan biota laut yang meliputi plankton, bentos, terumbu karang dan ikan karang,” beber Tonny.

Apa yang dilakukan Harita Nickel diapresiasi Kemenko Marves. Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Nani Hendiarti menyebut dibutuhkan sinergi serius untuk merealisasikan target nasional tersebut.

Kata dia, Ekosistem mangrove berperan penting dalam mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim melalui pengelolaan ekosistem karbon biru. “Dampak perubahan iklim semakin nyata, terutama di pesisir dengan meningkatnya kejadian banjir rob dan kenaikan permukaan air laut, yang saat ini sudah mencapai 0,8-1,2 cm per tahun,” beber Nani.

Karbon biru yang disebut Nani merujuk pada karbon yang diserap dan disimpan oleh ekosistem pesisir dan laut, seperti hutan mangrove, rawa-rawa garam, dan padang lamun. Konsep ini penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim karena ekosistem ini mampu menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan menyimpannya dalam bentuk biomassa atau sedimen.

Perusahaan tambang berikutnya yang rutin menanam mangrove adalah PT Timah Tbk (TINS). Terbaru, Grup MIND ID ini menanam bibit mangrove jenis Api-api di Pantai Desa Pongkar, Karimun, Kepulauan Riau (Kepri) pada awal Juni.

TINS menggandeng Kelompok Tani Hutan Pelangi Lestari untuk menanam 2.000 bibit mangrove tersebut. Tujuannya sama, mencegah abrasi dan mengurangi efek gas rumah kaca dengan tetap memberdayakan masyarakat setempat.

mangrove
PT Timah Tbk menggelar penanaman mangrove di Pantai Desa Pongkar, Karimun, Kepulauan Riau (Kepri) dalam memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Masih di awal Juni 2024, perusahaan tambang emas Martabe, PT Agincourt Resources (PTAR) menanam 60 ribu bibit mangrove di atas lahan 19 ha. Lokasinya di Desa Sitio-tio Hilir, Kelurahan Kalangan, Kecamatan Pandan, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara. Tak hanya menanam bibit mangrove, perusahaan juga menebar 50 ribu bibit kerang dan kepiting di atas lahan tersebut.

“Aksi tanam mangrove ini merupakan bagian integral dari strategi jangka panjang perusahaan dalam menjalankan praktik pertambangan yang berkelanjutan,” jelas Presiden Direktur PTAR, Muliady Sutio. Muliady ikut turun menanam bibit.

Jika dibandingkan dengan tahun 2023, jumlah bibit mangrove yang ditebar tahun ini jauh lebih banyak atau dua kali lipatnya. Bibit tersebut ditanam di area seluas 10 hektare. sehingga jika dijumlahkan, PTAR telah menanam 90 ribu bibit mangrove.

PTAR bekerja sama dengan Kelompok Tani Hutan Mandiri Lestari untuk menanam bibit mangrove. Bibit yang disiapkan terdiri dari jenis lokal seperti Rhizophora sp, Avicennia spp, Nypa fruticans, dan Bruguiera sp, yang telah siap tanam dan berusia 3 bulan di persemaian. Selain itu, bibit dari kelompok Crustacea, seperti kerang lokus dan kepiting bakau, juga disebarkan dalam kondisi sehat dan segar.

“Selain memiliki manfaat ekologis, aksi tanam mangrove diharapkan berdampak positif pada keberlanjutan ekonomi masyarakat sekitar. Ekosistem mangrove nantinya dapat dikembangkan menjadi area perikanan dan pariwisata,” beber Muliady.

PTAR tanam 60 ribu bibit mangrove, 50 bibit kerang dan kepiting.

Selain ampuh menyerap emisi gas rumah kaca dan menahan abrasi, mangrove ternyata bisa diolah menjadi sumber energi yang ramah lingkungan. Tanaman ini ternyata mengandung energi terbarukan, bioetanol yang saat ini digunakan sebagai bahan campuran BBM.

Bisa Disulap Jadi Bioetanol

Adalah Cahyo Purnomo Prasetyo, peneliti yang mengungkapkan bahwa buah nipah yang sering tumbuh di hutan mangrove bisa diekstrak menjadi bioetanol. Buah yang tergolong palem-paleman ini, berdasarkan hasil penelitiannya, memiliki kandungan karbohidrat pada mesokarp dan kandungan gula pada nira sebanding dengan bahan baku makanan pokok.

Menurut Cahyo, jika diproduksi secara nasional, bioetanol dari buah nipah jumlahnya bisa melampaui bioetanol yang dihasilkan dari tebu, jagung, singkong dan ubi jalar. Ini sangat cocok untuk mendukung bauran energi yang diprogramkan pemerintah pada tahun 2025 sebesar 23 persen. Belakangan direvisi jadi 17 persen.

“Kalau nipah ini kan tidak berebut dengan bahan pangan. Hanya sebagian kecil masyarakat yang memanfaatkan nipah untuk dikonsumsi. Itu pun diolah jadi minuman tuak,” ungkap Cahyo.

Melihat potensi yang sebesar itu, bioetanol dari nipah dapat meningkatkan bahan bakar dalam negeri, mengurangi impor dan mendukung tujuan pemerintah untuk menunaikan perjanjian dengan dunia global, net zero emission (NZE). “Tentu penelitian ini butuh waktu yang panjang. Masih butuh riset-riset lanjutan sekaligus penelitian lain yang kemudian bisa menyempurnakan,” beber kandidat Doktor Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

Bioetanol adalah jenis biofuel yang dihasilkan dari fermentasi bahan-bahan organik yang kaya akan karbohidrat, seperti jagung, tebu, dan juga buah-buahan tertentu. Dalam proses pembuatan bioetanol, karbohidrat dalam bahan baku diubah menjadi etanol melalui fermentasi oleh mikroorganisme, biasanya ragi.

Bioetanol sering digunakan sebagai bahan bakar alternatif, baik sebagai campuran dengan bensin dalam kendaraan bermotor maupun sebagai bahan bakar langsung dalam beberapa jenis mesin.

Saat ini, bioetanol dimanfaatkan PT Pertamina Persero sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax Research Octane Number (RON) 95 yang diberi nama Pertamax Green. Bahan bakar tersebut 5 persennya merupakan bioetanol (E5) berasal dari tetesan tebu atau molase. Bahkan kedepan, bahan campuran hijau ini akan diterapkan di BBM subsidi Pertalite.

Pertamina, dikabarkan telah melirik potensi bioetanol dari nipah untuk menggantikan Crude Palm Oil (CPO) yang ada dalam biodiesel. Opsi penggantian bahan campuran ini lantaran penggunaan CPO untuk biodiesel banyak ditentang negara-negara Eropa.

Untuk menengahi polemik ini, sebetulnya pemanfaatan buah nipah bisa menjadi solusi. Apalagi, RI merupakan pemilik hutan mangrove terbesar di dunia atau sebesar 21 persen. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hutan mangrove Indonesia mencapai 3,39 juta ha berdasarkan Peta Mangrove Nasional (PMN) 2022. Angka ini naik dibandingkan dengan tahun 2021 yang hanya mencapai 3,36 juta ha.

Ilustrasi. Sumber: Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM.

Rinciannya, mangrove lebat yang memiliki tutupan tajuk lebih dari 70 persen sebesar 3,16 juta ha, mangrove sedang dengan tutupan tajuk 30 sampai 70 persen sebesar 186,5 ribu ha dan mangrove jarang dengan tutupan tajuk kurang dari 30 persen mencapai 53,8 ribu ha.

Jika dimanfaatkan dengan optimal, luas hutan mangrove ini tentu bisa dijadikan lumbung bioetanol untuk bahan campuran BBM. Sehingga target NZE tahun 2060 bisa terealisasi tepat waktu.

Jika dibandingkan dengan bensin fosil, bioetanol cenderung menghasilkan emisi karbon dioksida yang lebih rendah karena sebagian besar CO2 yang dihasilkan selama pembakaran sudah diserap oleh tanaman yang digunakan untuk memproduksinya. Di sisi lain, produksi bioetanol secara masif dapat mendukung pertanian lokal dan menciptakan lapangan kerja di sektor pertanian dan industri pengolahan.

Konsisten Lakukan Dekarbonisasi, MDKA Tanam 1.000 Bibit Mangrove di Kawasan Taman Wisata Angke