Jakarta,TAMBANG. Dengan wilayah yang luas, sektor infrastruktur tetap menjadi salah satu sektor yang mendapat perhatian lebih. Termasuk di dalamnya soal energi baik dari sisi pasokannya maupun dari sisi transisi energi ke yang lebih ramah lingkungan. Pada aspek ini, Managing Director Infrastructure Ratings S&P Global Ratings Abhishek Dangra mengatakan tantangan kebijakan Indonesia ke depan adalah mengatasi subsidi listrik dan juga transisi energi.
“Kebijakan Indonesia perlu diarahkan untuk mengatasi subsidi listrik, iming-iming harga batu bara yang murah, dan keengganan pemerintah untuk menaikkan tarif. Revisi rencana transisi energi Indonesia bergantung pada peningkatan tajam kapasitas pembangkit tenaga surya dan gas, serta sejumlah kapasitas pembangkit tenaga nuklir untuk menggantikan batu bara,”unglap Abhishek.
Ia mengatakan bahwa rencana-rencana ini belum tercapai dalam skala besar, terutama dengan dana yang dialokasikan hingga saat ini yang hanya merupakan sebagian kecil dari total investasi yang diperlukan untuk tujuan transisi.
Hal ini menjadi salah satu point yang disampaikan dalam seminar Annual Indonesia Credit Spotlight. Seminar ini diadakan S&P Global Ratings, lembaga pemeringkat kredit independen terkemuka di dunia dan PEFINDO, lembaga pemeringkat kredit pertama dan terbesar di Indonesia.
Seminar yang kali ini bertajuk “Tren Kredit di Bawah Pemerintahan Baru” menghadirkan para ahli yang membahas mengenai tren kredit utama yang akan membentuk masa depan keuangan Indonesia.
Analis dan ekonom senior dari S&P Global Ratings dan PEFINDO membagikan perspektif mereka mengenai outlook perekonomian Indonesia pada tahun 2024, ulasan mengenai kinerja keuangan pemerintah dan korporasi, serta pandangan mengenai sektor perbankan, transisi energi, dan keuangan berkelanjutan.
Dibuka dengan kata sambutan dari Matthew Batrouney, Managing Director, Commercial Lead Sustainable Finance APAC, S&P Global Ratings. Kemudian dilanjutkan dengan presentasi dan sesi panel dengan narasumber dari S&P Global Ratings dan PEFINDO. Kemudian sebelum ditutup dengan closing remarks oleh Direktur Utama PEFINDO Irmawati Amran.
Pada sesi tren perekonomian, Senior Economist S&P Global Ratings Vishrut Rana menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama mencatatkan capaian yang begitu tangguh didukung oleh belanja pemerintah yang kuat. Untuk sisa tahun 2024, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih lambat dari trennya karena siklus permintaan domestik yang lebih lemah dan kebijakan moneter yang lebih ketat.
“Namun pasca tahun 2024, perekonomian Indonesia akan menuai manfaat dari pertumbuhan dan peningkatan keterampilan tenaga kerja serta keuntungan dari investasi langsung yang berasal dari dalam dan luar negeri, sehingga menempatkan Indonesia pada jalur pertumbuhan yang stabil hingga tahun 2030.” Terang Vishrut.
Sementara terkait tren keuangan pemerintah, Direktur Sovereign Ratings S&P Global Ratings Andrew Wood menyebutkan kinerja fiskal Indonesia terus memperoleh manfaat dari pertumbuhan pendapatan yang baik dan keputusan belanja yang penuh kehati-hatian. “Kami mengantisipasi akan terjadinya transisi yang mulus dari pemerintahan saat ini ke pemerintahan berikutnya, meskipun pendekatan pemerintahan selanjutnya terhadap kebijakan fiskal dan reformasi ekonomi, serta dinamika koalisi parlemen, akan menjadi faktor penentu yang penting atas kinerja Indonesia selama lima tahun ke depan,”ungkap Andrew.
Sementara kondisi eksternal Indonesia saat ini berada pada kondisi yang lebih kuat dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Kembalinya pertumbuhan ekspor yang lebih cepat dapat menjaga momentum ini tetap berjalan.
Pada tren korporasi, Managing Director Corporate Ratings S&P Global Ratings Xavier Jean menilai perusahaan-perusahaan di Indonesia mungkin akan memasuki periode pertumbuhan yang lebih lambat dan pengembalian modal yang relatif lebih rendah selama 5 tahun ke depan.
“Pertumbuhan PDB yang stabil tidak lagi menghasilkan banyak tambahan pendapatan dan laba, di tengah kenaikan harga dan tekanan terhadap pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income)”terang Xavier.
Sementara biaya pendanaan yang dalam kondisi “Higher-for-Longer” akan membebani profitabilitas bersih di sektor padat modal. Perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak kehilangan minatnya terhadap belanja perusahaan, bahkan ketika pertumbuhan pendapatan dan laba mengalami perlambatan. “Kami sedang mengamati dimulainya siklus belanja baru, terutama di sektor-sektor yang terkena risiko transisi dan deplesi.”ungkapnya.
Dalam topik bahasan yang sama, Kepala Divisi Pemeringkatan PEFINDO Yogie Perdana mengatakan kondisi kredit korporasi lokal diperkirakan akan tetap stabil ditengah tantangan seperti pelemahan rupiah dan kenaikan suku bunga. “Kebijakan ekonomi yang lebih jelas setelah ditetapkannya Prabowo sebagai presiden terpilih, dan transisi pasca pemilu yang lancar akan memberikan stabilitas makroekonomi dan mendukung kondisi kredit bagi perusahaan-perusahaan lokal.”tandas Yogie.
Untuk Perbankan, Direktur Financial Institutions Ratings S&P Global Ratings Ivan Tan menilai bank-bank di Indonesia telah menunjukkan pemulihan yang kuat pascapandemi dan saat ini menikmati profitabilitas yang baik dengan tetap menjaga rasio permodalan yang sehat.
“Namun demikian, masih terdapat tantangan pada kualitas aset yang mungkin akan menjadi tantangan utama dalam lingkungan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.”ujart Ivan.
Sedangkan terkait tren Perusahaan Pembiayaan, Kepala Divisi Pemeringkatan Sektor Keuangan PEFINDO Danan Dito menilai ketahanan perusahaan pembiayaan di Indonesia sedang menghadapi tantangan dengan meningkatnya risiko dan tingkat volatilitas makroekonomi. Para perusahan tersebut harus berhadapan dengan suku bunga yang lebih tinggi dan prospek pertumbuhan yang lebih rendah.
“Namun, pemulihan penjualan unit otomotif pasca pandemi, keinginan perbankan untuk mendanai industri pembiayaan, dan marjin yang relatif tinggi menjadi faktor penunjang terhadap kondisi fundamental perusahaan pembiayaan di Indonesia, sehingga rasio keuangan seharusnya tetap terjaga,” ungkap Danan.
Seminar juga mebahas tren keuangan berkelanjutan di Indonesia. Head of Sustainable Finance Asia-Pacific S&P Global Ratings Bertrand Jabouley menyebutkan dalam konteks Indonesia, transisi energi sangatlah kompleks di tengah perubahan taksonomi Indonesia yang terbaru. “Hal ini disebabkan oleh kontribusi industri batu bara terhadap kekayaan nasional, seluruh lapangan kerja dan masyarakat yang bergantung pada rantai nilainya (value chain). Kemudian konsentrasi geografisnya di provinsi-provinsi utama dan produksi mineral dengan energi yang intensif penting bagi energi bersih,”pungkas Bertrand.