Jakarta-TAMBANG. Transformasi pengadaan minyak mentah dan produk minyak oleh Interated Supply Chain PT Pertamina (Persero) berpotensi memberikan dampak finansial bagi perusahaan senilai total US$651 juta per tahun.
Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto mengatakan, transformasi ISC telah melahirkan tiga tahapan penting atau dikenal dengan Fase 1.0 atau fase Quick Win, Fase 2.0 atau fase World Class ISC, dan Fase 3.0 di mana ISC akan menjadi Talent Engine. Dari Fase 1.0, ISC telah terbukti memberikan kontribusi nyata bagi kinerja Pertamina secara keseluruhan dengan dihasilkannya efisiensi sebesar US$208,1 juta sepanjang tahun lalu.
Untuk Fase 2.0, terdapat enam inisiatif yang dikembangkan, yaitu pengadaan minyak mentah berdasarkan nilai keekonomian yang dilihat dari hasil produksi, penambahan list minyak mentah yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat diolah di Kilang Pertamina, dan kebijakan pengadaan minyak mentah secara berjangka (6 bulan) dengan melakukan pra seleksi untuk minyak mentah yang bernilai ekonomis tinggi.
Inisiatif lainnya adalah negosiasi peningkatan volume minyak mentah domestik yang disuplai kepada Pertamina oleh KKKS, optimasi pengolahan minyak untuk mendapatkan margin terbaik, serta penyederhanaan syarat & ketentuan (GT&C) dalam pengadaan minyak mentah di RU VI Balongan sesuai dengan standar internasional.
Selain inisiatif-insiatif tersebut, ISC juga akan melakukan sejumlah langkah terobosan yang akan dilakukan sepanjang 2016. Langkah-langkah terobosan tersebut, meliputi pembelian hydrocarbon, baik minyak mentah, kondensate dan LPG yang bersumber dari Iran, Crude Processing Deal untuk minyak Basrah Light Crude, langkah lanjutan reformasi proses pengadaan minyak mentah & produk di Pertamina, maksimalisasi pembelian minyak mentah domestik untuk Kilang Pertamina, dan BTP Implementasi HPS keekonomian dalam pengadaan minyak mentah.
“Dari insiatif-insiatif dan juga langkah terobosan yang akan dilakukan ISC sepanjang tahun ini, Pertamina ke depan berpotensi dapat menciptakan nilai tambah dan efisiensi sebesar US$651 juta per tahun. Ini tentu sangat menggembirakan apabila ruang-ruang pembenahan dapat dioptimalkan sehingga mendatangkan benefit bagi Pertamina dan juga Indonesia,” kata Dwi, Senin (4/4).
Sementara itu, terkait dengan proses likuidasi Petral Group yang terdiri dari Zambesi, Petral, dan PES, Dwi Soetjipto mengungkapkan pada Februari 2016 telah dilakukan formal likuidasi. Proses tersebut lebih cepat dibandingkan dengan target sebelumnya, yaitu Juni 2016.
“Setelah proses tax clearance dari tax authority Hong Kong, Zambesi dan Petral akan dissolved dan proyeksi kami hal tersebut dapat tuntas pada pertengahan tahun ini. Untuk PES sendiri di bawah kontrol likuidator akan terlebih dahulu menuntaskan masalah utang piutang dan akan menyusul dissolved,” tutup Dwi.