Jakarta, TAMBANG – Pemerintah baru saja mengumumkan bahwa penerapan B35 sebagai bahan bakar nabati akan dimulai pada Rabu, 1 Februari 2023.
Hal tersebut disampaikan menteri koordinator perekonomian, Airlangga Hartarto dalam talk show implementasi B35 untuk ketahanan dan kemandirian energi menuju transisi energi yang merata dan berkeadilan, Selasa (31/1).
“Ini bisa menghemat devisa sebesar USD 10,75 miliar. Dan nilai tambah industri sawit sebesar Rp 16,76 triliun,” imbuhnya.
Kata Airlangga, hal yang paling penting dari pelaksanaan B35 adalah mampu mengurangi emisi karbon sebesar 34,9 juta ton CO2. Sejalan dengan ambisi pemerintah yang akan net zero emission pada tahun 2060.
“Kebijakan B35 diperkirakan akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 34,9 juta ton CO2,” jelasnya.
Airlangga optimis jika implementasi B35 ini akan membawa Indonesia menjadi negara yang mandiri energi berbasis nabati. Terlebih program B35 baru diterapkan pertama kali di Indonesia.
“Mandatori biodiesel ini menjadi Benchmark karena B35 ini di dunia baru pertama di Indonesia dan kita akan lebih progresif bahkan dari brasil sekali pun,” ujarnya.
“Karena itu, target 13,15 juta KL diharapkan Indonesia menjadi penentu utama dari pada harga CPO. Ini akan berdampak pada 4,2 juta petani sawit dari total 16,2 juta yang bekerja di sektor sawit,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, program bauran solar dengan minyak sawit ini sudah dijalankan pemerintah sejak tahun 2006. Pada tahun 2008, pemerintah menerapkan biodiesel sebesar 2,5 persen dan meningkat drastis pada tahun 2016 yang sebesar 20 persen atau B20.
“Kita ketahui Bapak Presiden mendorong bahan bakar nabati yang dimulai sejak tahun 2006. Kemudian dilanjutkan di tahun 2008 dengan pencampuran biodiesel 2,5 persen meningkat menjadi 20 persen di tahun 2016. Dan di Januari 2020 menjadi 30 persen,” tandasnya.