Jakarta- TAMBANG- Upaya PT Pertamina Lubricants (PTPL) dan Asosiasi Produsen Pelumas Indonesia (Aspelindo) agar pemerintah menerapkan kebijakan wajib SNI untuk produk pelumas di Indonesia, mulai menemukan titik terang. Pemerintah melalui Kementrian Perindustrian mulai mendukung wajib SNI untuk produk pelumas yang dijual di Indonesia.
“Alhamdulillah, setelah lebih dari 10 tahun kita beruang untuk wajib SNI, sekarang mulai kelihatan titik terang. Ini patut kita syukuri dan berikan apresiasi kepada pemerintah,” demikian ditegaslan oleh Andria Nusa, Direktur Sales & Marketing PT Pertamina Lubricants , dalam perbincangan kepada media akhir pekan lalu.
Ia berharap dukungan pemerintah tersebut segera direalisasikan melalui sebuah kebijakan Peraturan Menteri ataupun regulasi terkait mandatori atau kewajiban menggunakan SNI. Selama ini, memang sudah ada SNI di pelumas, namun sifatnya masih sukarela. Hal ini karena kalau menggunakan SNI, maka akan ada biaya yang harus dikeluarkan produsen.
Padahal, lanjut Andria, SNI untuk pelumas sangat penting, bukan hanya untuk melindungi prosen dalam negeri tetapi juga melindungi konsumen dalam penggunaan produk-produk pelumas yang tidak diketahui identitasnya.
Apalagi, semenjak 2001 ketika pasar pelumas dibuka seluas-luasnya dengan bea masuk nol, persaingan pelumas di Indonesia semakin ketat. Bukan persoalan persaingan yang dikhawatirkan, tetapi lebih kepada masuknya produk abal-abal dengan kualitas produk yang tidak jelas serta perlindungan terhadap produk pelumas dalam negeri.
“Dengan adanya SNI, akan ada kontrol yang ketat dan produk pelumas abal-abal yang tidak jelas asalnya berkurang dan bahkan bisa dikurangi,” imbuhnya lagi.
Selain itu, dengan adanya SNI, impor terhadap bahan baku pelumas juga akan mengalami penurunan. Sampai saat ini, dari produk pelumas yang dimiliki Pertamina Lubricants dan produsen dalam negeri lainnya, 25 persen bahan bakunya masih impor, sementara 75 persen merupakan produk dalam negeri. Dengan adanya SNI, kebutuhan bahan impor akan dikurangi dan paling banyak sebesar 10 persen.
Dengan adanya SNI juga, konsumsi pelumas dalam negeri juga akan bertumbuh lebih besar lagi. Mengingat saat ini, konsumsi pelumas terus mengalami penurunan, seiring dengan lesunya industri baik migas ataupun pertambangan. Begitu juga dengan konsumsi di sektor otomotif juga sedang lesu. Masyarakat sekarang lebih banyak menggunakan angkutan umum atau public transportation.
“Mudah-mudahan tahun ini, soal SNI sudah selesai dan mulai diterapkan kewajibanna,” tambahnya.
Selain soal SNI, Aspelindo dan juga PT Pertamina Lubricants berharap kepada pemerintah agar pelumas dihapuskan dari daftar masterlist untuk sektor pertambangan. Hal ini karena, sebenarnya produk-produk pelumas dalam negeri sudah bisa memenuhi kebutuhan pelumas yang digunakan untuk alat berat ataupun untuk kebutuhan di sektor pertambangan juga sektor migas.
Dengan adanya masterlist, maka yang diuntungkan adalah produk luar atau PMA. Karena bebas pajak dan PPN tentu harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan produk dalam negeri. Dengan membiarkan pelumas masuk dalam master list, nyaris tidak ada perlindungan terhadap produk dalam negeri. Padahal, di negara lain, perlindungan terhadap produk dalam negeri betul-betul dilakukan oleh pemrintah.
Syukurnya, upaya yang dilakukan PT Pertamina Lubricants dan asosiasi juga mendapatkan gayung bersambut dari pemerintah dalam hal ini Kementrian ESDM. Pemerintah mulai mengajak pelaku usaha dis ektor pertambangan untuk mulai membtasi penggunaan pelumas produk luar dan terus meningkatkan penggunaaan produk dalam negeri, sebagai upaya implementasi TKDN.
“Alhamdulillah sudah mulai keliatan ada progressnya. Tetapi memang kami mengharapkan adanya kebijakan melalui Peraturan Menteri atau lainnya,” ungkap Andria lagi.
Dengan adanya SNI dan dihapusnya pelumas dari daftar masterlist untuk kegiatan di pertambangan, produk pelumas Pertamina Lubricants dan pelumas dalam negeri lainnya, bisa berjaya dan ikut berkontribusi terhadap industri dalam negeri. []