JAKARTA, TAMBANG. METALS X Ltd, perusahaan tambang timah terbesar di Australia, yang selama dua tahun terakhir dihajar oleh rendahnya harga, merencanakan menambah produksinya sebanyak 14%.
Timah itu diproduksi dari tambang Renison, di Tasmania. Tahun ini tambang Renison akan memroduksi 8.000 metrik ton konsentrat timah, naik dari produksi sebesar 7.000 ton pada 2014. Harga yang ada saat ini, kata Kepala Eksekutif Renison, Peter Cook, masih menguntungkan. Peter Cook masih mencari sumber lain yang bisa memasok tambahan produksi 5.000 ton.
Kantor berita Bloomberg dalam publikasinya kemarin menyampaikan, perusahaan Australia masuk ke Myanmar untuk menambah pasokan setelah Indonesia, eksportir timah terbesaar di dunia mengurangi penjualannya pada 2014. Indonesia memperketat ekspor logam yang banyak dipakai untuk telepon pintar dan kemasan itu.
Harga timah turun 17% selama dua tahun terakhir, karena melemahnya permintaan akibat ekonomi dunia yang belum pulih. Meski demikian, permintaan dari industry elektronik terus bertumbuh.
‘’Pasar jangka menengah hingga panjang terlihat menjanjikan, meski banyak yang belum yakin pasokan timah akan datang dari mana,’’ kata Peter Cook. ‘’Timah merupakan logam sangat penting untuk elektronika, dan hingga kini belum ada bahan pengganti timah untuk papan perangkai komponen,’’ lanjutnya.
Harga timah merosot 0,4% menjadi US$19.330 per ton di Bursa Metal London tahun ini. Tembaga anjlok 10%, dan seng turun 3,8%. Metals X Ltd, perusahaan yang berpusat di Perth, Australia, ini bisa berlaba asalkan harga timah di atas US$ 14.772 per ton.
Menurut riset ITRI Ltd, sebuah perusahaan riset dari St. Albans, Inggris, produksi timah global akan mengalami kekurangan 5.000-10.000 ton tahun ini, setelah tercapai keseimbangan pada 2014. Pada 2015 ini, diperkirakan harga akan mencapai rata-rata US$ 22.000 per ton. Pada Februari 2013, harga timah sempat mencapai US$ 25.000.
‘’Kalau harganya sampai di bawah US$ 20.000, dan terus turun, ini akan menyulitkan siapapun,’’ kata Kepala Riset ITRI, Peter Kettle. ‘’Hanya Australia dan Myanmar yang akan terus menggenjot pasokan,’’ lanjutnya.
Indonesia mengurangi ekspor timahnya sebanyak 17% tahun lalu, menjadi 75.925 ton, setelah memperketat aturan ekspor. Indonesia mendorong penjualan timah yang berkualitas tinggi, mulai 1 November 2014.
ITRI memperkirakan, produksi Myanmar bertambah 7,7% menjadi 28.000 ton pada 2015.