Beranda Tambang Today Tersandung Kasus Korupsi, Eks Dirjen Minerba Bambang Gatot Sempat Jabat Komisaris Perusahaan...

Tersandung Kasus Korupsi, Eks Dirjen Minerba Bambang Gatot Sempat Jabat Komisaris Perusahaan Tambang

Bambang Gatot Ariyono
Ilustrasi.

Jakarta, TAMBANG – Bambang Gatot Ariyono ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tata niaga timah oleh Jampidsus, Kejaksaan Agung (Kejagung).

Bambang adalah Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba), Kementerian ESDM periode 2015-2020. Dia dilantik oleh Menteri ESDM saat itu, Sudirman Said.

Jauh sebelum itu, lulusan Fakultas Teknik Geologi ini menjabat sebagai Kasubdit Pengembangan Layanan Bisnis 2001-2006. Kemudian Kasubdit Pengembangan Investasi, Kerja Sama Mineral dan Panas Bumi periode 2006-2008.

Karir Bambang kian moncer setelah dia menjabat sebagai Kepala Bisnis Mineral dan Batubara tahun 2008 hingga 2013. Pada tahun 2014-2015, dia menjabat sebagai Staf Ahli Kementerian ESDM Bidang Ekonomi dan Keuangan.

Selain di pemerintahan, Bambang Gatot juga sempat mencicipi posisi mentereng di sejumlah perusahaan tambang. Pada tahun 2015, Bambang Gatot dipercaya menjadi Komisaris PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) menggantikan Velix Vernando Wanggai.

Saat masih menjabat sebagai Dirjen Minerba, peraih Doktor dari Ecole Nationale Mines De Paris ini juga diangkat menjadi Komisaris Independen PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pada tahun 2018.  

Kini, Gatot ditetapkan tersangka oleh Jampidsus Kejagung karena tersandung mega korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk (TINS).

“BGA (Bambang Gatot Ariyono) kami tingkatkan statusnya sebagai tersangka. Dia ditetapkan dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Minerba Kementerian ESDM 2015-2020,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung RI, Kuntadi dalam konferensi pers, Rabu (29/5).

Bambang Gatot Ariyono diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam proses Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) IUP PT Timah pada tahun 2019. Kata Kuntadi, perubahan RKAB yang dilakukan Bambang tanpa melalui kajian yang jelas dan belakangan diketahui hanya untuk kepentingan transaksi timah ilegal.

“Perubahan ini tidak sama sekali dilakukan dengan kajian apapun dan belakangan kita tahu dalam rangka untuk fasilitasi transaksi timah yang diproduksi secara ilegal,” tambahnya.

Berdasarkan hitungan Kejagung yang bekerja sama dengan sejumlah ahli lingkungan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kasus ini merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun.