Jakarta, TAMBANG – PT Trinitan Metals and Minerals melakukan uji coba teknik hidrometalurgi baru untuk mengolah nikel kadar rendah di Indonesia. Namanya teknologi STAL.
Dalam proses uji coba, emiten berkode saham PURE ini bekerja sama dengan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Keduanya meneken Memorandum of Understanding atau MoU, untuk melakukan uji validitas pengolahan bijih nikel laterit berkadar rendah menggunakan STAL pada tahun ini.
“Validasi teknologi STAL ini merupakan momentum awal untuk mewujudkan visi kami sebagai aset nasional dalam pengembangan dan pengolahan sumber daya alam Indonesia,” kata Direktur Trinitan Metals, Widodo Sucipto melalui keterangan resmi yang diterima tambang.co.id, Senin (20/7).
Untuk diketahui, teknologi STAL merupakan pemutakhiran dari teknologi roasting leaching electrowinning process atau RLEP, yang sebelumnya dikembangkan oleh PURE.
Sebelumnya, dengan teknologi RLEP milik Trinitan mampu mengolah bijih nikel kualitas bawah bahkan yang berkadar 1% menjadi logam nikel murni berkadar 99,96%. Prosesnya dilakukan melalui tiga tahapan.
Tahap pertama, kadar air dalam bijih nikel dihilangkan dengan pemanasan atau proses roasting. Kedua, masuk tahapan leaching menggunakan bahan kimia asam sulfur untuk memisahkan logam. Pada tahap ini, produk yang dihasilkan adalah mixed hydroxide precipitate atau MHP, yang memiliki kadar nikel sekitar 30%.
Tahap terakhir, yaitu pelarutan menggunakan bahan kimia dan pemurnian MHP dengan proses electrowinning, yang mampu menjadikan nikel mendekati sepenuhnya murni, nyaris tanpa limbah.
Adapun STAL yang merupakan pengembangan dari RLEP, diklaim memiliki kinerja yang lebih efisien lagi dalam penggunaan bahan kimia, dan mampu menghasilkan produk sampingan atau by product yang dapat dimanfaatkan kembali, seperti Magnesium Sulfat.
Potensi Kadar Rendah
Hal senada disampaikan oleh Kepala PSDMBP Badan Geologi Kementerian ESDM, Iman K Sinulingga. Menurutnya, teknologi ini akan memberikan nilai tambah bagi sumber daya mineral nasional sekaligus menjadi solusi untuk pengolahan nikel kadar rendah.
“Saya pikir ini suatu terobosan yang luar biasa. Apalagi ini karya anak bangsa. Seperti yang kita tahu, kita mempunyai sumber daya nikel sebanyak 9,4 miliar ton, yang di dalamnya sebagian besar berkadar rendah di bawah 1,7%. Kalau misalnya STAL ini bisa mengolah nikel kita yang berkadar rendah, tentu sangat luar biasa,” jelas Iman.
Dalam MoU uji validitas ini, Trinitan akan menyerahkan data kepada tim yang dibentuk oleh Badan Geologi. Isinya meliputi rincian karakteristik bijih umpan yang digunakan pada percobaan terdahulu, termasuk parameter percobaan unit STAL. Kemudian akan divalidasi menggunakan contoh bijih nikel laterit berkadar rendah sebanyak 2 ton, yang diambil dari lokasi uji petik Badan Geologi di Sulawesi Tenggara pada tahun lalu.
Dalam pengujian, Badan Geologi akan menggandeng pakar hidrometalurgi dari Institut Teknologi Bandung. Nantinya, hasil validasi akan dituangkan ke dalam paper untuk diterbitkan di jurnal internasional sebagai syarat pengurusan paten.
Hidrometalurgi yang Beda dengan HPAL
Di Indonesia, umumnya teknologi yang digunakan untuk mengolah nikel adalah pirometalurgi, yang orientasinya hanya menyerap nikel kadar tinggi. Hal ini membuat potensi nikel kadar rendah yang sumber dayanya melimpah, selama ini nyaris tidak tersentuh.
Namun belakangan, ada beberapa perusahaan di Indonesia yang sudah mulai membangun smelter dengan jenis hidrometalurgi, tapi nama teknologinya high presurre acid leacing atau HPAL, yang menghasilkan produk akhir berupa MHP.
Dibandingkan HPAL, teknologi besutan Trinitan Minerals berupa STAL ini, dinilai sanggup mengolah nikel menjadi lebih hilir lagi.
Adapun perusahaan yang diketahui sedang membangun teknologi HPAL di antaranya, Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara, lalu QMB New Energy Materials dan sejumlah konsorsium perusahaan otomotif di Morowali, Selawesi Tengah. Sedangkan PT Vale Indonesia dengan Sumitomo Corporation, tercatat masih dalam proses penjajakan.