Jakarta – TAMBANG. Target produksi (lifting) minyak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 telah disepakati sebesar 830 ribu barel per hari. Angka tersebut naik tipis dari lifting minyak dalam RAPBN-P 2015, yang hanya 825 ribu barel per hari.
Kenaikan lifting minyak tersebut merupakan hasil keputusan Rapat Kerja Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR-RI mengenai Asumsi Makro RAPBN 2016, Rabu (26/8).
Sementara itu untuk produksi gas justru targetnya diturunkan. Bila dalam RAPBN-P 2015 lifting gas dipatok di angka 1,221 ribu barel setara minyak per hari (boepd), maka dalam RAPBN 2016 targetnya hanya 1,155 juta barel setara minyak per hari.
Pemerintah optimis bahwa target produksi migas nasional tersebut bisa dicapai.
Menurut Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi, angka lifting tersebut sudah realistis. Karena, sebelumnya sudah didiskusikan dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Sementara ini proses diskusi memang masih terus berjalan, dan masih menyisakan 41 dari 83 KKKS yang ada. Namun demikian Amien meyakini hasil akhirnya yang baru bisa dipastikan bulan November 2015 mendatang tak akan jauh berbeda.
Komisi VII justru mempermasalahkan soal patokan harga yang diusulkan pemerintah, sebesar US$60 per barel. Menurut para anggota dewan, angka tersebut terlalu tinggi mengingat perkembangan harga minyak dunia yang sempat berada di bawah US$40 per barel.
Karena itu, disepakati pula agar Menteri ESDM membuat kajian yang lebih mendalam mengenai harga minyak Indonesia (Indonesia crude Price/ICP). Hasil kajian akan disampaikan pada sidang berikutnya, yang digelar dalam 10 hari mendatang.
“Kami sepakat mengkaji ulang, karena memberikan ruang untuk melihat hari-hari ke depan,” ujar Menteri ESDM, Sudirman Said.
Rapat kerja antara Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR-RI juga menyisakan agenda yang belum disepakati terkait subsidi solar. DPR menyarankan agar subsidi solar bisa dicabut seiring dengan tren penurunan harga minyak dunia. Toh harga solar industri non-subsidi justru sudah lebih murah dari solar bersubsidi, dengan selisih mencapai Rp500 per liter.