Beranda Mineral Tantangan Hilirisasi dan Solusi Manajemen Risiko Proyek Smelter

Tantangan Hilirisasi dan Solusi Manajemen Risiko Proyek Smelter

ilustrasi

Saat ini pemerintah Indonesia gencar mendorong hilirisasi sektor pertambangan. Tiap komoditas mineral yang ditambang, wajib diolah dan dimurnikan di dalam negeri sebelum diekspor sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020.

Dalam proses pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter, pelaku usaha akan menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari tenaga kerja, transfer teknologi, keberlanjutan lingkungan, dan sebagainya. Dari segi risiko, proyek smelter memiliki profil risiko yang kompleks, sehingga pelaku usaha perlu lebih berhati-hati dan diharapkan memiliki kemampuan untuk mengurangi, mengelola, dan mentransfer risiko pada seluruh rantai bisnis.

Empat Risiko Proyek Smelter

Setidaknya terdapat empat risiko yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha dalam mengembangkan proyek smelter, sebagaimana berikut:

  1. Ketersediaan Pasokan Listrik

Menurut data tahun 2022 yang diterbitkan oleh Kementerian ESDM, masih ada 0,37% wilayah Indonesia yang belum sepenuhnya mendapatkan aliran listrik. Penting bagi para perusahaan smelter untuk memastikan pasokan listrik yang cukup pada wilayah proyek smelter, karena proses smelting adalah proses yang kontinu dan tidak dapat berhenti tiba-tiba. Jika tidak, mineral yang sedang diolah dapat membeku dan proses pengolahan berpotensi gagal.

  1. Ketergantungan Proyek

Pada umumnya, proyek smelter terdiri dari beberapa bagian sub-development yang ditangani oleh sejumlah perusahaan dengan struktur pembiayaan yang berbeda-beda. Perusahaan-perusahaan tersebut juga memiliki kapasitas operasional dan kondisi finansial yang beragam. Ketika salah satu perusahaan tersebut mengalami masalah, tidak menutup kemungkinan akan mengganggu tahapan lainnya dan berdampak pada seluruh ekosistem smelter.

  1. Waktu untuk Pengadaan Peralatan

Waktu untuk pengadaan peralatan pada proyek smelter harus menjadi pertimbangan pelaku usaha. Durasi menunggu pengadaan peralatan yang terlalu lama akan mengganggu produktivitas proyek dan menyebabkan kerugian bisnis dari segi waktu dan finansial.

  1. Bencana Alam

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada September 2023 menunjukkan bahwa Indonesia telah mengalami 2.724 kasus bencana alam sepanjang tahun 2023. Jika melihat tren investasi untuk hilirisasi mineral di Indonesia, Sulawesi dan Maluku Utara tercatat sebagai daerah yang paling dominan dan kedua daerah tersebut memiliki tingkat risiko yang tinggi terdampak gempa bumi. Maka dari itu, bencana alam merupakan salah satu risiko yang penting untuk diperhatikan oleh perusahaan smelter.

Solusi Manajemen Risiko Proyek Smelter

Salah satu strategi yang perlu dipahami oleh perusahaan smelter adalah mengurangi, mengelola, dan mentransfer risiko di seluruh rantai proyek. Salah satu cara transfer risiko adalah dengan memindahkan sebagian atau semua risiko kepada pihak ketiga, yaitu pihak asuransi.Untuk mendapatkan cakupan asuransi yang tepat, perusahaan smelter perlu berkonsultasi dengan risk advisor dan broker asuransi yang memiliki pemahaman komprehensif dan berpengalaman dalam menangani proyek smelter di Indonesia. Bermitra dengan broker asuransi dapat membantu perusahaan untuk menyusun strategi pengelolaan risiko proyek smelter, termasuk cakupan asuransi yang tepat, serta menjadi perantara bagi pihak perusahaan smelter dengan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam proyek smelter.

Marsh berpengalaman dalam membantu lebih dari ribuan klien di Indonesia, termasuk mengelola risiko proyek smelter di Indonesia, dengan menggabungkan pengetahuan dan pengalaman sebagai penasihat risiko dan broker asuransi untuk memastikan keberhasilan proyek smelter Anda.