Jakarta, TAMBANG – Saat menjabat sebagai Menteri ESDM, Sudirman Said pernah mengeluarkan surat pada 7 Oktober 2015, yang menanggapi permohonan perpanjangan operasi PT Freeport Indonesia (PTFI). Surat tersebut sempat membuat gaduh. Di tengah proses renegosiasi Kontrak Karya (KK) yang sedang berlangsung, Sudirman justru memberi sinyal kepastian kontrak Freeport akan diperpanjang.
Saat menghadiri acara bedah buku karya Simon Fellix Sembiring yang berjudul “Satu Dekade Nasionalisme Pertambangan”, di Jakarta, Rabu (20/2), Sudirman mengatakan, bahwa surat tersebut dibuat olehnya atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Tolong disiapkan surat seperti yang dibutuhkan, kita menjaga kelangsungan investasi. Baik pak Presiden,” ujar Sudirman menirukan percakapannya dengan Jokowi.
Kata Sudirman, sebelum surat tersebut dibuat, Presiden menggelar pertemuan dengan James Moffet, bos Freeport McMoRan (FCX), induk usaha PTFI. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan yang ditulis dalam sebuah draf.
Sudirman diminta untuk menyiapkan surat kosong yang nantinya mengakomodir kesepakatan tersebut. Namun, setelah Sudirman menerima draf dari Moffet, Sudirman tidak mau menuruti isi kesepakatan dalam draf itu.
“Moffet menyodorkan draft. Saya bilang sama pak Moffet. This is not the way to bussines. Kalau saya ikut caramu, maka negara terkesan didikte oleh korporasi. Saya tidak mau itu,” ujar Sudirman.
Kemudian, Sudirman mengevaluasi draf kesepakatan, dan mendesak Moffet supaya menerima hasilnya nanti. Tak lama kemudian, surat pun dibuat. Sebelum Sudirman membubuhkan tanda tangan dalam surat itu, ia sempat menyampaikan isinya kepada Presiden.
“Komentar presiden, loh kok begini saja sudah mau? (pokok dalam surat) Negara punya komitmen kelanjutan investasi,” jelas Sudirman.
Untuk diketahui, surat yang dimaksud ialah surat Menteri ESDM Nomor 7522/13/MEM/2015. Dalam buku karya Simom Sembiring, disebutkan inti dari surat itu:
Pemerintah Indonesia berkomitmen memastikan keberlanjutan investasi asing di Indonesia. Namun, karena perlunya penyesuaian peraturan yang berlaku di Indonesia, maka persetujuan perpanjangan kontrak PTFI akan diberikan segera setelah hasil penataan peraturan dan perundangan di bidang mineral dan batubara diimplementasikan.
Dalam kesempatan bedah buku itu, Simon bilang, surat tersebut terindikasi mengandung sejumlah kejanggalan. Pertama, surat itu tidak mencantumkan tembusan kepada Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, tapi langsung tembusan Presiden. Padahal, berdasarkan KK pasal 28 ayat 2, setiap permintaan dari Freeport wajib dilakukan melalui Dirjen Minerba.
Kedua, surat tersebut terbit pada tanggal 7 Oktober 2015, yang dilayangkan guna menjawab surat dari Moffet di tanggal 7 Oktober 2015 pula.
“Ini berarti di hari yang sama seorang Menteri muncul menanggapi surat pemilik sebuah Penanaman Modal Asing. Ini tidak lazim, rasanya baru kali ini terjadi demikian,” tutur Simon.
Ketiga, Moffet mengirim surat atas nama FCX. Secara prosedur, semestinya PTFI yang berhak melakukan surat-menyurat kepada pemerintah. Sebab, yang berkontrak itu PTFI bukan FCX.
“Secara administrasi birokratis, seharusnya surat dari Moffet itu tidak perlu dijawab, karena yang berkontrak adalah PTFI, bukan FCX,” papar Simon.
Sebagai informasi, Simon pernah menjabat sebagai Dirjen Minerba pada tahum 2005 hingga 2008 silam. Pria lulusan New South Wales University, Australia bidang ekonomi mineral ini, merilis bukunya pada pertengahan Januari lalu. Salah satu sorotanya, adalah mengenai divestasi Freeport yang ditengarai penuh jebakan.
Menanggapi hal tersebut, Sudirman menjelaskan, bahwa dirinya telah mengumpulkan divisi hukum di lingkungan ESDM sebelum menerbitkan surat tersebut. Dan mereka menyatakan format surat itu sudah benar dan sah, betapapun tanpa mencantumkan tembusan Dirjen.
“Saya kumpulkan Biro Hukum, ini aman pak,” papar Sudirman.
Soal surat Menteri ESDM dan Moffet yang terbit di hari yang sama, Sudirman mengakui, bahwa surat Menteri ESDM yang dikeluarkan sebagai jawaban, sudah disiapkan sebelum surat permintaan dari Moffet masuk. Sehingga, saat surat permintaan datang, kemudian dapat dijawab dalam waktu yang singkat.
Ringkasnya, surat permintaan dari Moffet sengaja diterbitkan hanya untuk melegalkan keluarnya surat perpanjangan operasi PTFI.
“Karena saya disuruh buat surat. Dan saat surat sudah jadi, tidak mungkin saya terbitkan begitu saja tanpa ada surat permintaan. Kemudian saya suruh Moffet buat surat permintaan. Jadi, itu memang atas permintaan saya. Kondisi ini memang tidak normal. (Tapi) kalau mau saya disalahkan karena posisi negara semakin lemah, maka salahkanlah yang menyuruh surat itu,” pungkas Sudirman.