Jakarta, TAMBANGĀ – Serikat Pekerja Perusahaan Listrik Negara (SP PLN) meminta agar pemerintah tidak menaikkan tarif listrik. Hal ini disampaikan berkenaan dengan rencana Kementerian ESDM, yang akan memasukan Harga Batubara Acuan (HBA) sebagai komponen penentuan tarif listrik (tariff adjustment).
“Jika penentuan tarif listrik menggunakan HBA, maka diperkirakan tarif listrik akan naik 5 persen. Itu yang kami suarakan, jangan ada kenaikan tarif listrik,” kata ketua umum SP PLN, Jumadi Abda saat konferensi pers di Jl. Trunojoyo, Jakarta, Rabu (7/2).
Sepanjang 2017, PLN mengaku rugi akibat harga batu bara yang terus merangkak naik. Dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP), PLN mencanangkan harga batu bara USD60 per ton, tapi realisasinya, harga batu bara menembus nilai USD80 per ton.
“Kami minta harga seperti biasa saja, USD60 per ton. Jangan mengikuti mekanisme pasar,” sambung Jumadis.
SP PLN menyarankan agar pemerintah mampu mematok harga batu bara di angka USD60 per ton untuk memenuhi kebutuhan domestik, khususnya PLN. Menurut Jumadis, pengusaha batu bara tidak boleh mengambil untung terlalu banyak dengan menjual batu bara ke domestik menggunakan harga ekspor.
“HBA itu kan harga ekspor, silahkan saja jual batu bara ke luar dengan harga yang mahal. Tapi, untuk domestik ya jangan ambil untung banyak,” tegasnya.
Jumadis menjelaskan, suplai batu bara domestik atau Domestic Market Obligation (DMO) kurang lebih hanya 20 persen, sementara 80 persen sisanya diekspor keluar. Artinya, pengusaha batu bara masih bisa meraup keuntungan dari hasil ekspor yang nilainya jauh lebih besar dari DMO.
“Makanya jangan gunakan HBA untuk hitung batu bara pasokan listrik , tapi cost plus margin,” tutupnya. (muflihun hidayat)