Jakarta,TAMBANG, RUU Cipta Kerja (Omnisbus Law) akhirnya disahkan dalam Rapat Paripurna, Senin (5/10). Pengesahan ini dilakukan ditengah banyaknya penolakan. Salah satu alasan penolakan tersebut karena dianggap merugikan hak-hak pekerja. UU ini dinilai lebih berpihak kepada kepentingan pengusaha.
Beragam isu penting disampaikan mulai dari dihapuskannya Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang diganti dengan Upah Minimum Propinsi (UMP). Hal ini akan berimbas pada upah pekerja yang lebih rendah. Kemudian kewenangan Jangka Waktu kontrak yang diberikan kepada Pengusaha memberi potensi status kontrak pekerja menjadi abadi. Dan sewaktu-waktu dapat di PHK oleh pemberi kerja.
Disisi lain UU Cipta Kerja (Omnibus Law) ini telah memberikan kemudahan izin bagi Tenaga Kerja Asing (TKA). Padahal sebelumnya dalam UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 diatur khusus di 42 menyebutkan bahwa Tenaga Kerja Asing (TKA) harus mendapat izin tertulis dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
Kemudian Perpres No. 20 Tahun 2018 menegaskan TKA harus mengantongi beberapa perizinan seperti Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS) dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).
Sementara di UU Cipta Kerja (Omnibus Law), perusahaan yang menjadi sponsor TKA hanya membutuhkan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Itulah beberapa hal yang dianggap merugikan kalangan pekerja yang warga negera Indonesia.
Selain itu, Serikat Pekerja PLN dengan beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang terafiliasi dalam Public Services International (PSI) yakni PP IP, SP PJB, SPEE, FSPMI, dan Federasi Serbuk Indonesia juga menolak cluster Ketenagalistrikan dalam UU Cipta Kerja. Hal ini bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No.III/PUU-XIII/2015.
“Oleh karenanya SP PLN dengan tegas menolak UU Cipta Kerja (Omnibus Law) dan Siap Mendukung Upaya Hukum untuk Membatalkannya Melalui Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi,”kata Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PLN M. Abrar Ali.
DPP SP PLN menurut Abrar telah menginstruksikan seluruh Dewan Pimpinan Daerah (DPD), Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Anak Cabang (DPAC) Serikat Pekerja PT PLN (Persero) dari Aceh sampai Papua untuk melaksanakan Instruksi Organisasi. Pertama, Melakukan Doa Bersama untuk kepentingan para pekerja seluruh Indonesia agar UU Cipta Karja (Omnibus Law) tersebut segera dibatalkan.
Kedua, Memasang Spanduk Penolakan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) diseluruh kantor atau unit kerja PT PLN (Persero) di seluruh Indonesia.
Ketiga, Demo Aksi Turun ke Jalan bersama peserta Demo Aksi lainnya dari elemen-elemen unsur serikat pekerja/buruh maupun organisasi masyarakat yang perduli dengan hak-hak pekerja Indonesia. Himbauan untuk melakukan Demo Aksi Turun ke Jalan tersebut dilakukan secara perwakilan per zona dengan membawa atribut-atribut organisasi SP PLN.
Kegiatan demo dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi di masing-masing daerah. Juga harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mentaati prosedur / protokoler kesehatan pencegahan penularan wabah Covid-19.
Keempat, mendukung dan ikut serta dengan berbagai elemen Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan elemen masyarakat lainnya untuk dilakukannya uji materiil atau Judicial Review Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Sementara terkait dengan rencana Mogok Nasional, SP PLN menilai bahwa belum saatnya untuk menginstruksikan hal tersebut kepada seluruh pengurus dan anggotanya. Meski SP PLN punya dasar untuk melaksanakan mogok kerja dikarenakan terhentinya perundingan PKB antara SP PLN dengan Direksi PLN sejak bulan September 2016.
“SP PLN tetap berkomitmen untuk mendukung Aksi Penolakan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) tersebut selama dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,”tegas Abrar.
Disampaikan juga bahwa SP PLN telah menunjuk Wakil Sekjend II Parsahatan Siregar sebagai PIC atau Koordinator yang bertanggung jawab mengkoordinir semua kegiatan yang akan dilakukan oleh SP PLN dalam rangka Menolak UU Cipta Kerja (Omnibus Law).
SP PLN juga akan segera berkoordinasi dengan beberapa elemen serikat pekerja/buruh lainnya maupun dengan federasi serikat pekerja yang ada guna bersama-sama menyiapkan upaya hukum untuk melakukan uji materil atau Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi.
“SP PLN yakin bahwa hal tersebut akan membuahkan hasil selama semua pihak saling mendukung untuk melakukan upaya tersebut,”tutup Abrar.