Denpasar-TAMBANG. PLTU Batang hingga kini masih menjadi masalah besar yang belum juga bisa diselesaikan pemerintah. Padahal pembangunan pembangkit berkapasitas 2×1000 MW itu akan menjadi tulang punggung pemerintah dalam menjamin ketersediaan listrik di Jawa dan Bali pada 2018 mendatang. Hingga kini, masalah yang muncul masih sama, persoalan izin lahan yang tak kunjung tuntas.
PLTU Batang menjadi salah satu indikator capaian pemerintah saat ini yang menggagas program peningkatan kapasitas listrik 35.000 MW dalam lima tahun ke depan. Jika ingin memenuhi target itu, rerata dalam satu tahun, pemerintah wajib membangun pembangkit baru dengan total kapasitas listrik 7.000 MW.
Kementerian ESDM mengajak investor untuk terlibat dalam program tersebut sebagai Independen Power Plant, cara itu sekaligus membantu PT PLN (Persero) yang sudah angkat tangan lebih dulu. Pada awal 2015, untuk memastikan proyek-proyek IPP dan juga PLN berjalan dengan lancar, KESDM membentuk Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional atau UP3KN pimpinan eks Dirut PLN, Nur Pamudji.
Unit ini bertugas memfasilitasi IPP agar bisa mendapatkan bantuan penyelesaian terhadap isu-isu yang menghambat termasuk persoalan izin lahan. Noor Marzuki, Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang, mengakui bahwa kondisi saat ini sudah tak mungkin lagi bisa diselesaikan dengan mekanisme struktural normal.
“Kondisi sekarang mirip dengan era setelah merdeka, yakni semua infrastruktur dikuasi oleh asing. Oleh karena itu, Bung Karno menerbitkan Undang-Undang Agraria yang durasi penyusunannya menghabiskan waktu hingga 15 tahun,” kata Noor.
Menurutnya, keadilan bagi masyarakat harus menjadi prinsip yang selalu dikedepankan. Untuk itu, semua pihak,seperti BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), PLN, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi, harus duduk bersama. “PLN itu fokus saja di listrik, biarkan BPN dan Pemda yang mengurus lahan,” ujarnya.
Andaikan PLN butuh sekian hektar di kawasan hutan tapi tak diizinkan oleh KLHK meski sudah ada penetapan lokasi dari Pemerintah Daerah, maka dari itu, PLN, kata Noor, dapat menyurati BPN untuk meminta lahan tersebut untuk kepentingan infrastruktur. “BPN akan meminta KLHK memberikan dan/atau akan memaksa harus diberikan dalam waktu 60 hari kerja.”
Sementara itu Menteri ESDM Sudirman Said mengimbau untuk tidak menjadikan izin sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD). PAD seharusnya dihasilkan dari aktivitas ekonomi sebagai akibat dari kemajuan perekonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Prasyarat dari hal tersebut adalah tersedianya infrastruktur yang memadai untuk menarik investasi, kegiatan ekonomi menggeliat, dan kesejahteraan rakyat meningkatseiring PAD-nya.
“Sudah selayaknya kita menaruh dipinggir semua keraguan dan mulai berfokus pada terobosan-terobosan apa yang sifatnya menyeluruh, bukan satu persatu,” tegas Menteri Sudirman. Semua pihak, tambahnya, harus bersinergi dalam mencari solusi agar pembangunan infrastruktur kelistrikan dapat terwujud.