Jakarta, TAMBANG – Aturan bagi-bagi izin usaha pertambangan (IUP) kepada Ormas Keagamaan dinilai rancu dan bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Hal tersebut disampaikan Pakar Hukum Agraria dan Sumber Daya Alam, Abrar Saleng.
“Ini kan PP secara hukum bersoal. Bersoalnya itu karena dia menambah subyek hukum penerima penawaran prioritas selain BUMN dan BUMD,” ungkap Abrar dalam Dialog Pertambangan bertema Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2024 dan tata Kelola Pertambangan Nasional, di Jakarta, Selasa (2/7).
Menurut Abrar jika pemerintah ingin mengakomodasi Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan mengelola konsesi pertambangan, seharusnya yang diubah itu bukan PP-nya dulu, tapi UU Minerba terutama pada Pasal 38 dengan ditambahkan “Badan Usaha Ormas Keagamaan”.
“Kalau mau akomodasi Ormas Keagamaan UU-nya harus diubah, Pasal 38. Pasal 38 itu mengatakan badan usaha, koperasi dan perorangan. Penjelasannya diubah, penjelasannya badan usaha itu BUMN, BUMD dan badan usaha swasta, ditambah aja ‘dan badan usaha lainnya’. Jadi diubah payungnya. Kalau tidak diubah payungnya bersoal terus,” beber Abrar.
Pasal 38 UU Minerba tahun 2020 berbunyi “IUP diberikan kepada: a. Badan Usaha; b. Koperasi; atau c. Perusahaan Perseorangan.
Abrar menduga perubahan PP 96 Tahun 2021 menjadi PP 25 tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan sarat muatan politis karena tidak melalui mekanisme perundang-undangan yang semestinya. Kata dia, perubahan PP lazimnya dikeluarkan setelah adanya perubahan UU yang bersangkutan.
“PP ini ditengarai bahwa sangat kuat muatan politisnya karena diubah tanpa ada perubahan UU, biasanya PP diubah kalau uu-nya ada perubahan. Ini terbalik, perubahannya itu karena ada Perpres 70 tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi dan Permen 10 tahun 2023 tentang tata cara penyusunan dan pengajuan RKAB. Jadi duluan Permennya daripada PP-nya, itu rancunya,” imbuh dia.
Abrar juga menepis klaim Menteri Investasi Bahlil Lahadalia bahwa pemberian IUP Ormas Keagamaan yang terdapat di PP 25 Tahun 2024 sejurus dengan pasal 6 poin J UU Minerba bahwa pemerintah melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas. Kata Abrar, penawaran prioritas dalam UU Minerba tidak ada badan usaha milik ormas, tapi BUMN, BUMD dan swasta.
“Memang ada, tapi itu cantolan di Pasal 6 huruf J yang mengatakan pemerintah pusat bisa menawarkan secara prioritas, tapi yang bersoal itu badan usahanya yang ada BUMN dan BUMD. Badan usaha keagamaan tidak ada dalam UU. Jadi yang bersoal milik ormas keagamaannya,” pungkas Abrar.
Sebagai informasi, bagi-bagi konsesi tambang untuk ormas keagamaan tertuang dalam PP 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan pemerintah nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 83A Poin 1. Pasal tersebut berbunyi “Dalam rangka peningkatan kesejahteraan Masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan”.
WIUPK yang ditawarkan kepada Ormas Keagamaan adalah konsesi tambang batu bara bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).