Jakarta, TAMBANG – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim bahwa industri hilir nikel berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) didominasi investor asal China. Hal tersebut diungkapkan Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif.
“Hilirisasi nikel itu kan bisa dikatakan hampir 100 persen RKEF yang prosesnya pirometalurgi yang menghasilkan nikel pig iron dan feronikel. Nah yang masuk smelter–smelter kerja sama, 90 persen dari China,” ucap Irwandy saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (18/8).
Smelter RKEF yang dimaksud adalah smelter yang menghasilkan nikel pig iron dan feronikel untuk kebutuhan pembuatan besi tahan karat alias stainless steel. Menurut dia, alasan investor asal Negeri Tirai Bambu itu banyak digandeng oleh pengusaha tambang dalam negeri karena ongkosnya relatif murah.
“Kenapa mereka terpilih? karena memang murah. Kan sama pebisnis industri tambang itu pasti cari yang murah,” jelas Irwandy.
Meski begitu, keberadaan mereka membawa berkah di antaranya membuat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) meningkat. Dia juga menegaskan bahwa pemerintah membuka keran investasi dalam program hilirisasi nikel ini tidak hanya fokus pada satu negara.
“Tapi kalau kita lihat sebenarnya penerimaan kita meningkat. Itu menurut saya memang nanti ada partner-partener lain juga dalam kerja sama ke depan. Bukan dari China saja, terutama RKEF yang baru yang sudah disetujui, karena dibatasi nanti baru himbauan. Kita harapkan perkembangan ke proses baterai,” ujar dia.
Sebelumnya, Ekonom Senior Faisal Basri menyinggung bahwa hilirisasi nikel yang digencarkan pemerintah hanya menguntungkan China. Termasuk apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo soal keuntungan dari hilirisasi nikel yang mencapai Rp 510 triliun itu tidak jelas arahnya.
Saat ini sudah ada 111 fasilitas pemurnian dan pengolahan bijih nikel atau smelter yang beroperasi di dalam negeri. Smelter tersebut meliputi smelter pirometalurgi dan hidrometalurgi.
Smelter pirometalurgi menggunakan teknologi RKEF yang memproduksi bijih nikel menjadi nikel matte, nikel pig iron dan feronikel untuk dijadikan bahan baku besi baja.
Sedangkan smelter hidrometalurgi menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang mengolah bijih nikel kadar rendah atau limonite menjadi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) untuk bahan baku pembuatan baterai kendaraan listrik.