Jakarta-TAMBANG. Indonesian Resources Studies (IRESS) meminta agar Pemerintahan Jokowi-JK segera menertibkan dan memberi peringatan kepada Kepala SKK Migas yang telah menekan pemerintah untuk segera mengambil keputusan tentang Plan of Development (POD) Blok Masela, padahal kepastian pembangunan blok migas tersebut saat ini masih dalam tahap evaluasi dan kajian yang intensif guna memilih apakah pembangnan kilang LNG akan di lakukan di darat (Onshore) atau di laut (Offshore, FLNG).
Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi telah mengungkap tentang potensi terjadinya downsizing personil dan lay off karyawan oleh Inpex, reposisi karyawan oleh Shell, serta tertundanya investasi selama dua tahun, jika POD Blok Masela tidak segera disetujui Presiden Jokowi.
Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara berpendapat, SKK Migas tampaknya telah bertindak lebih menyuarakan kepentingan kontrator Blok Masela, Inpex dan Shell, dibanding kepentingan negara dan rakyat yang seharusnya dilindungi dan diperjuangkan oleh SKK Migas.
Marwan mengatakan, SKK Migas telah menggunakan ruang publik meminta Presiden Jokowi untuk segera menyetujui revisi POD skema offshore/FLNG yang direkomendasikan oleh SKK Migas beserta Inpex/Shell senilai US$ 14 miliar. Padahal SSK Migas sangat paham keputusan pembangunan skema offshore atau onshore Blok Masela masih belum diputuskan Presiden Jokowi.
“Apalagi, dengan adanya perbedaan pendapat yang tajam tentang skema antara KESDM dengan KK Maritim, maka proses pengambilan keputusan mestinya dilakukan tertutup oleh Presiden dan anggota kabinetnya, tanpa boleh diintervensi oleh pejabat/lembaga negara lain di luar anggota kabinet tersebut,” ungkapnya, Kamis (17/3).
Melalui tindakan tersebut, tertangkap kesan bahwa SKK Migas telah bertindak diluar kelaziman, memaksakan kehendak, dan melanggar tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga yang mewakili pemerintah dalam pelaksanaan aspek-aspek kontraktual dan pengawasan kontrak-kontrak migas.
IRESS meminta pemerintah untuk bekerja independen serta tetap menjaga harkat dan martabat bangsa Indonesia dalam pengembilan keputusan pengembangan Blok Masela.
Sementara itu, Tumpak Sitorus, Ketua Bidang Energi Seknas Jokowi menilai SKK Migas tidak memiliki visi Nawacita Presiden Jokowi dan tidak layak dipertahankan karena tidak mengerti konsep kontrak kerja sama serta tidak mampu melawan hegemoni Inpex dan Shell dalam pengelolaan tenaga kerja di Blok Masela.
“Amien Sunaryadi itu Kepala SKK Migas bukan corong inpex untuk mengumumkan pemecatan pekerja. Dia itu harusnya cari solusi. Sebagai Kepala SKK Migas seharusnya dia bilang ke Inpex dan Shell bahwa tidak boleh ada pemutusan hubungan kerja. Dia punya hak berdasarkan kontrak kerja sama,” katanya.
Tumpak menegaskan langkah Inpex dan shell memecat pekerja Indonesia menunjukkan kedua perusahaan tersebut tidak memiliki komitmen kepada Bangsa Indonesia dengan melakukan pemecatan sepihak. Hal tersebut bertentangan dengan Nawacita yang menjadi pedoman Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Selain itu, dia menjelaskan setiap pemutusan hubungan kerja di KKKS harus mendapatkan persetujuan SKK Migas dan melakukan komunikasi dengan serikat pekerja di perusahaan tersebut sesuai peraturan Kementrian Tenaga Kerja.
Terkait langkah Inpex dan Shell yang memundurkan jadwal FID ke 2020 sama sekali tidak terkait dengan keputusan Presiden RI. Di seluruh dunia saat ini semua perusahaan menunda pembangunan FLNG termasuk Petronas yang menunda pembangunan FLNG kedua mereka denga kapasitas hanya 1.5 juta ton per tahun tanpa batas waktu yang jelas.